Minggu, 26 Desember 2010

Lagi-lagi tentang "D"

Cerita ini hampir mirip cerita sebelumnya pernah saya tuliskan dalan blog ini. Damn, ya inisialnya "D" juga. Saya tak tahu apakah saya yang bodoh atau memang ini sudah kehendak dari-Nya. Saya kenal denganya tidak lebih dari satu bulan, mungkin hanya beberapa minggu saja. Tapi apakah salah kalau rasa itu ada sekarang?
Ya, itulah yang saya rasakan sekarang. Saya jatuh cinta dengannya. Tapi, sayangnya dia tidak merasakan hal yang sama dengan saya. Saya teringat satu pepatah "Cinta itu tersirat, bukan tersurat". Saat ini saya setuju dengan pepatah tersebut. Saya suka dirinya, cara bicaranya, cara menatap saya, cara menggenggam tangan saya. Tapi, apa artinya semua itu? Kosong! Tak ada maksud lain mungkin selain berteman, atau sekedar kenal saja. Walaupun saya berharap lebih padanya. Apa yang bisa saya perbuat? Saya bukan seorang anak raja yang bisa mengatur semuanya. Saya pun juga bukan seorang primadona yang setiap orang akan sejenak berhenti dari aktifitasnya dan memerhatikan saya ketika lewat dihadapan mereka.
Yang bisa saya lakukan sekarang hanyalah, Melupakannya! Yaah itulah yang mampu saya lakukan. Lagi-lagi hanya itu yang dapat saya lakukan selain menunggu. Tertatih? Jelas! Saya juga manusia, bukan dewa atau Albus Dumbledor di Film Harry Potter yang tinggal mengarahkan tongkatnya kekepala dan hilang begitu saja segala memori yang ingin dilupakannya. Melupakan itu ternyata memang benar lebih sulit daripada mencintai seseorang. Setiap saya mencoba untuk melupakannya tubuh saya seolah lemah, seperti dikalahkan oleh kenangan. Kenangan tentang senyumnya, tangannya, dan segala macam partikel dari tubuhnya yang ada dipikiran dan hati ini.
Seandainya dia tahu seberapa dalam saya mengaguminya walau dalam waktu singkat ini. Ya, saya sangat ingin dia tahu. Tuhan, tolong saya! Buatlah agar dia tahu perasaan ini. Tak kuat saya menganggungnya sendiri. Tangan saya hanya dua. Saya butuh tangannya untuk ini.

Selasa, 21 Desember 2010

Kehancuran

Ketika kehancuran sudah ada diambang pelupuk mata, siapakah yang harus dipersalahkan?
Masih bergunakah mencari siapa dalang dari balik itu semua?
Selain lebur, apalagi yang ada dibalik ini semua?
Rasa sakit dan pedih pastinya.
Merasakan buliran debu dan retakan-retakan yang dihasilkannya.
Seperti ribuan mata panah yang siap menembus musuhnya yang menghadang diseberang laut sana.
Tak ada yang salah dalam situasi ini.
Tak ada yang patut dipersalahkan dari semua ini.
Hanya Dia yang berhak menentukan mana yang salah dan benar.

Minggu, 12 Desember 2010

Ujung Tahun Ini

Diujung tahun ini banyak kejadian dan pengharapan yang tak sesuai jalannya. Banyak cerita yang seharusnya tidak ada dalam tempat ini, tapi tak tahan lagi ingin dimuntahkan seperti lahar gunung berapi. Pertama, saya tidak diterima di Dunia yang berhubungan dengan Broadcast dunia Radio.
Kedua, tempat yang saya cintai ini yang pernah saya utarakan diposting saya sebelumnya tidak menjadi pemenang suatu ajang tahun ini. Menjadi pecundang? Tentu Tidak! Saya cinta dengan tempat dimana saya berada sekarang, apapun yang terjadi dimata saya tempat ini adalah pemenangnya.
Hati saya perih, sedih, marah. Tapi inilah hidup, kadang tak sesuai dengan keinginan kita. Walaupun perjuangan kita sampai meneteskan air mata, keringat, atau bahkan dengan darah sekalipun. Saya teringat cerita sebelum tanggal 11 kemarin, sebuah cerita yang selalu teringat dan terputar kembali setelah semalam. Perjuangan kami, tenaga kami, canda dan tawa kami, bahkan air mata kami. Teringat tentang sanggar dengan gamelannnya, ibu dan bapak yang baik hati, latihan malam yang membuat mata berat untuk dibuka. Sedih ini bukan hanya tentang ajang itu, tetapi tentang semuanya. Tentang kebersamaan kita yang kini berakhir. IKHLAS, sekarang itu yang harus saya dan orang-orang yang ada sebelum tanggal 11 itu kami pelajari. CINTA dan KEBERSAMAAN yang saya ingin selalu ada walaupun tidak seperti kemarin.

Minggu, 05 Desember 2010

Sekarang

Sekarang bulan Desember, tandanya tahun ini sudah berada diujung peraduannya.
Tandanya tahun ini akan berakhir, berganti lembaran yang baru.
Masih sama seperti aku yang dulu, sepi dan sendiri.
Lelah mencari tanpa harus tahu apa yang telah hilang selama ini.
Letih merasakan kehilangan tanpa harus tahu apa yang hilang disini.
Haruskah kukembali keperaduannya?
Berhenti mencari yang selama ini aku cari, setiap waktu, setiap celah, bahkan setiap lorong gelap sekalipun.
Sementara diluar sana banyak orang mendapatkannya dengan mudah, seperti menjentikkan jari mereka.
Apa yang salah dengan diri ini? Apa yang kurang dari diri ini?
Haruskan kulewati malam itu dengan sendiri?