Jumat, 16 Desember 2011

Kita

Mengapa kita harus saling menyakiti? Padahal Tuhan menciptakan kita dengan kasih sayang. Kasih sayang yang dituturkan-Nya lewat sabda dan keberadaan makhluk bumi ini, baik yang mati maupun yang hidup. Bersama dengan selarasnya gerak bumi dan langit yang tak boleh bersatu dikedua sisinya.

Kenapa tak jalankan saja tulisan-Nya dengan cinta? Kedamaian. Dan air terjun. Bukan mengitari hari dengan api dan badai panas. Memusingkan kulit kepala dan terjangkit radiasinya. Hidup lebih indah dengan menyayangi. Memahami kekurangan dan menjadikan perbedaan itu menjadi sesuatu yang memang harus dipersatukan. Menutupi segala kekurangan yang ada. Menyeimbangkan apa yang lebih. Membuat tawa lebih membahana diseluruh penjuru celah bumi ini. Membuat tangis dan amarah hanya menjadi selingan warna didalam bibir supaya tak terlalu letih untuk menarik simetris senyum. Mungkin awalnya semua ini tentang mimpi. Setiap makhluk memiliki mimpi. Mimpi yang mendefinisikan makhluk jenis apa kita. Mimpi yang menjadikannya indah ketika menjadi sesuatu yang nyata.

Lewat mimpi itu menghalalkan segala jalan walaupun harus saling menyakiti. Bahkan membunuh sesamanyapun menjadi sesuatu yang lumrah dan diterima. Teringat bahwa bukannya ada jalan lain dengan kita saling merangkul? Membuat mimpi tersebut bersama. Tidak bersinggungan. Saling berdiri diatas kaki yang sama. Menjadi penopang ketika sekawan tertatih diatas kakinya atau bahkan tak bisa berdiri lagi. Menjadikan suatu wacana ingin membentuk bumi ini menjadi satu kerajaan yang dipenuhi dengan cinta dan kasih sayang. Tanpa kemunafikan menjadi landasan utama hidupnya. Menjadikan tawa itu menjadi sesuatu yang wajib untuk dilakukan dan tangis amarah itu menjadi sesuatu yang dimakruhkan. Memohon pada Tuhan bahwa bumi ini selaras hanya dengan kasih sayang dan bukan pengkhianatan.

Kamis, 01 Desember 2011

Doa Seorang Hawa

Aku ingin menjadi yang halal bagimu
Yang kau kecup keningnya
Yang kau hapus airmatanya
Menjadi benalu untuk hidupmu
Yang tak bisa hidup tanpa sandaranmu

Menjadi penghias malam
Selimut untuk tidur panjang setelah mengarungi hari
Cahaya mentari yang sejukkan pagimu dengan rinai

Doa yang selalu tercurah dari mulut hawa yang lugu
Yang tak pernah dihiraukan sedikitpun oleh sang adam
Hanya ingin menjadi yang satu
Seperti dingin yang selalu memeluk malam
Dan hangat yang selalu beriringan dengan pagi itu.

Jumat, 18 November 2011

Sayap-sayap kecil itu...

Sore itu ketika mendung sudah mempersunting sang awan untuk mengarungi hari dengan butiran air hujan. Saya berada disuatu cawan teduh dengan sayap-sayap kecil saya. Seperti petir yang dengan setia mengiringi sang mendung, gemuruh itu pula yang menemani hati saya. Betapa terkejutnya saya. Sayap-sayap kecil saya itu sudah tak sudi lagi menemani hari-hari saya. Bercumbu dan bergumul dengan makhluk bodoh ini. Begitu banyak akumulasi yang saya lakukan selama ini yang tak pernah dibicarakan dihadapan saya. Yang membuat sayap-sayap kecil itu ingin lepas dari bahu yang rapuh ini. Rasanya seperti dilempari batu jumrah yang mungkin lecetnya bukan hanya melukai kulit tubuh tapi juga lapisan tipis hati ini dan memuncratkan seluruh isinya. Sayap kecil saya tak mampu mencerna apa yang ingin saya tuju, saya mengerti mereka lelah dengan berbagai kelakuan jalang saya. Terlalu lelah mungkin mereka sehingga lebih memilih kembali pada dewa yang menciptakannya. Tak pernah saya lihat tawa itu, senyum itu, dan kehangatan dahulu lagi. Ketika tawa menjadi sesuatu yang renyah untuk diremas, dan ketika senyum terasa hangat dan manis bagai senja yang memeluk pantai disaat matahari terbenam. Kehangatan yang selalu membalut sang mentari ketika kembali pada peraduannya.

Teringat saya pada suatu wacana. Alasan mereka lelah menjadi sayap-sayap kecil saya. Saya terlalu manja. Tapi inilah saya. Saya bukan titisan dewa. Hanya manusia biasa yang diciptakan Tuhan dengan kelebihan dan kekurangan. Bukan pula burung bersangkar emas dengan limpahan rahmat dari setiap orang yang melihat gemerlapnya. Saya terlalu feminim. Dengan berbagai kata yang kau sebut indah ini. Saya hanya seorang anak laki-laki biasa. Tak dibesarkan didunia keras, ataupun dididik dengan berbagai macam piranti kebanggaan kaum adam. Wajar bila saya punya sisi feminim. Coba tengok seniman sastra yang mengagungkan cinta. Bukankah itu adalah sisi feminin yang mereka miliki? Saya berani jamin bahkan seorang yang heroikpun masih menggunakan hati dalam hidup mereka. Pasti ada ruang itu didalam rongga kehidupan mereka, yang mungkin tersembunyi dan digunakan untuk keperluan tertentu saja.

Saya hanya bisa diam, meringkuk tak berdaya. Seperti petir yang bersahutan dan saya seperti anak kodok yang rindu hujan namun takut menatap rinainya. Begitu banyak kata yang bergejolak menghantui mulut saya. Yang terasa kelu untuk diucapkan. Menangis. Mau dikata apa lagi kalau saya menangis? Banci!
Setelah itu saya coba untuk melepaskan sayap-sayap itu dengan sisa-sisa nafas saya dan membiarkan dimana mereka akan menemukan puannya. Berharap mereka bisa kembali tersenyum walaupun bukan dengan waktu dan dimensi yang biasa kita reguk bersama. Dan saya mencoba untuk menjadi sesuatu yang berdiri sendiri dengan kaki rapuh saya. Kereotannya justru menambah berwarna perjalanan ini dengan berbagai kejutan ditiap harinya.

Rabu, 09 November 2011

Mencari

Satu kata ini setidaknya mewakili perasaan saya saat ini. Sebenarnya saya tidak mengerti definisi kata mencari itu apa sebenarnya. Membuat saya setiap waktu bahkan setiap detik harus memikirkan maknanya. Membuat saya menjadi galau. Sedih. Terjepit. Merasa berada disudut ruang gelap yang tak saya temui ujungnya. Sebenarnya apa yang telah saya cari sekarang? Mencari sesuatu yang sebenarnya tidak pernah saya ketahui apa yang telah hilang dari hidup saya, yang sebelumnya sayapun tak tahu apa yang sedang saya cari. Semakin saya tela'ah dan saya maknai setiap desah nafas ini membuat saya menjadi semakin berat untuk melangkah, bahkan untuk berdiripun tak ada kuasa untuk itu.

Hingga datang pada saya suatu wacana. Wacana yang menjawab apakah yang sebenarnya terjadi dalam pencarian saya. Sesuatu yang awalnya saya nilai ini sebagai sebuah gravitasi yang menarik saya pada cerita klasik dahulu. Yang medannya sangat kuat menarik saya kembali kemasa itu. Membuat saya tak berani membuka cerita baru dengan pemeran pendatang terbaru yang siap matang untuk menceritakan kisah itu. Ternyata bukan. Yang saya cari mungkin selama ini adalah emas yang berkilauan diatas sana. Mencari sesuatu yang selama ini menyilaukan dan menghias mata saya dengan indahnya. Berharap bahwa sesuatu itu bisa menjadi tuan saya. Yang saya dekap setiap hari. Hela nafasnya hanya untuk saya. Yang pacuan kudanya mengiringi nafas saya. Menjadi udara yang siap mengaliri rongga hidup saya yang berdebu ini. Sesuatu yang saya bisa lingkari pinggangnya ditengah pacuan kudanya. Menjadi penghias tidurnya. Seperti hewan buduk yang berharap diadopsi oleh seorang putra raja. Atau seminimalnya berharap bangkai tempat sampah yang harumnya membuat air liur ini menetes. Sesuatu pengharapan yang sia-sia penantiannya.

Saya bukan seorang yang munafik. Saya mau kesempurnaan itu. Selalu ada waktu yang kita dekap dengan santai. Membunuh waktu bersama tanda ada penghalang jarak dan waktu. Berdekapan selalu. Waktu melawan badai dan hujan itu bersama. Didalam satu tempat yang sama, satu tunggangan yang sama. Ketika senja sudah memeluk lelah ini, wajah itu yang ingin saya jadikan tempat rehat sejenak sebelum saya kembali keperaduan mahsyur saya. Menjalani semuanya, halang rintangan. Merasakan tajamnya air hujan, merasakan deburan debu jalanan menjadi sesuatu yang menyejukkan, merasakan siraman sinar matahari yang membuat kulit sedikit lebih lebam. Dimana kutemukan sesuatu itu? Sepertinya takkan ada siapapun yang akan melewati kesempurnaan itu.

Saya takut. Saya percaya karma itu ada. Ada dua sisi bersebrangan yang siap perang didalam hati saya. Yang jika saya lengah sedikit saja mereka akan maju bertempur dengan hebatnya. Entah sisi mana yang akan menang. Saya ingin mengisi hidup saya tanpa menyakiti siapapun. Pada kenyataannya saya menyakiti. Saya tak sanggup mengutarakan perang apa yang terjadi dalam hati saya. Saya sendiripun tak mengerti maknanya. Sudah cukup saya merasakan sakit itu. Sakit karena karma. Sakitnya yang sampai ulu hati, pilu dan membiru. Apa tak boleh saya merasakan gemerlap itu lagi? Gemerlap yang menjadikan dinginnya malam seperti angin sore. Gemerlap yang tersakiti itu terasa nikmat. Gemerlap tentang mencintai dan dicintai. Gemerlap yang menyilaukan bagi siapapun disekitarnya. Gemerlap yang membuat canda, tawa, tangis, dan haru menjadi sesuatu yang bermakna. Gemerlap dengan airmata dan senyuman yang menghiasi malam dingin. Ini tentang hidup, sulit dijelaskan dan ditela'ah teorinya. Hanya teorinyalah yang mampu menjelaskan segalanya. Membuat segalanya menjadi bukan sesuatu jalan yang final. Selalu ada cabangnya. Setiap cabang memiliki jalannya masing-masing.

Kamis, 03 November 2011

Tisu itu



Answer: Sorry, I can't. I can't say no to be yours.



*Stasiun Juanda, 3 November 2011 19.00

Depok - Bogor - Juanda, 3 November 2011

Banyak kata yang dari tadi sudah ada memutar dalam kepala saya. Banyak cerita yang meledak-ledak menunggu diceritakan. Seperti kurcaci yang ingin terbang lepas diudara. Seperti peluru meriam yang siap disundut ujungnya. Cerita ini dimulai siang ini, disaat mentari sedang semangat-semangatnya mencurahkan cahayanya. Peluh-peluh yang menetes hanya untuk dirinya. Mencari celah hangat dari dunia ini. Merapikan kembali serpihan hati yang luka itu. Saya naiki kereta ekonomi yang sebelumnya juga sudah menjadi saksi bisu dari perjalanan ini. Entah itu kereta yang sama juga atau tidak. Masih dengan propertinya yang sama, tak berubah. Derunyapun sama. Setiap detakan rel yang berpadu dengan roda besi itu setidaknya mewakili desahan nafas saya yang mencoba untuk utuh kembali. Berjelaga saya ditelaga peraduan yang sangat mencekam hati, pada sebuah wacana kalau kisah ini akan sama akhirnya seperti cerita sebelumnya. Saat ini saya bertemu kembali dengan penilai hati yang lain. Yang lain kisahnya, yang siap diceritakan di tempat yang kosong berdebu ini.

Lewat tempat yang dinamakan sarang ilmu, lengkap dengan hiasan tawa dan celoteh anak-anaknya. Menambah semarak rasa hati saya. Menghiasi setiap nafas dan memberi warna disetiap sudut lirikan dan pengamatan saya. Saya diam bukan berarti jenuh. Saya diam memotret semua kejadian indah itu dari berbagai sudut. Mencoba sekuat tenaga menyimpan detail dari semua yang saya lihat. Mungkin kalo saya bisa menjadi fotografer mungkin saya sudah jungkir balik mencari berbagai sudut mana yang indah. Tetapi saya tak perlu mencari, setiap sudut itu selalu indah dimata saya. Membuat hati saya meleleh dan tubuh ini terasa dingin kemudian panas membara, ketika kau lemparkan senyum tipismu. Serasa saya ingin hentikan waktu, memeluk hangat tubuhmu dan tak seorangpun yang berhak memisahkan kita.

Dan ketika senja sudah mulai merayu dan memeluk tubuh dengan sejuk. Yang sebentar lagi malam sudah tak sabar menggantikannya. Tibalah saya dengannya dikotak besar berjalan itu, yang temaram lampunya menghiasi setiap putaran rodanya. Kutatap wajah lelahnya. Yang tak sengaja menarik bibir ini untuk tersenyum manja dan manis. Seiring itu, hujanpun tak sabar ini menambah semarak malam itu. Hujan yang tak mau kalah menambah semaraknya dan betapa meledaknya hati ini. Ledakan yang tak henti-hentinya mengeluarkan percikan api. Ingin sekali saya senderkan kepala ini dibahunya. Sedikit merasakan betapa cengengnya saya, dan rapuhnya saya. Sedikit merasakan airmata ini, cerita kisah usang ini. Yang hanya bisa kembali berwana dengan selipan tentang cerita tentang dirinya.

Berakhir pada selembar tisu yang dituliskan dengan pulpen yang dibungkus kembali dengan bungkus permen, membuat saya lemas ketika membukanya. Membuat serasa badan ini sudah tak bertulang lagi. Sederhana, namun itu menjadi salah satu materi berharga saya sekarang. Sebuah cerita yang siap untuk diseritakan, yang siap mengisi lembaran usang selanjutnya. Yang mampu memberi makna disetiap kata-katanya. Membuat saya yakin untuk menjalaninya.
Terima kasih untuk hari ini. Kata-kata ini tak cukup mampu mengungkapkan semuanya. Tak terbayarkan. Masih banyak kata-kata yang sebenarnya masih ingin meloncat bagaikan kutu dilembar ini. Setidaknya kata-kata itu dululah yang mampu saya terjemahkan dalam dunia ini, sisanya masih jabang yang menunggu kelahirannya.

Sabtu, 29 Oktober 2011

Kenangan, Hati ini.

Masih adakah didunia ini seseorang yang tidak takut melihat masa depan? Ya saya temui sekarang malah orang-orang yang selalu terbelenggu kelabunya masa lalu. Kenangan. Apakah saya yang terlalu meremehkan kenangan? Kenangan yang selalu saya simpan rapat didalam bejana yang akan saya keluarkan jika saya akan memahami lagi tentang jenjang hidup ini. Susah sekali menyakinkan suatu barisan kalimat ini pada jaman sekarang. "Jadikan kenangan sebagai pelajaran, bukan sebagai harapan". Apakah saya tak pantas untuk dijadikan sebuah harapan? Dengan hiasan yang lebih berkilau dan megah dari yang lalu. Mengapa tak tinggalkan saja kisah usang itu. Sering sekali saya berteriak meneriakan bahwa harapannya sekarang adalah saya. Ingin sekali saya hujamkan jangkar ini. Sudah dua kali saya rasakan semua yang namanya harapan palsu. Mengapa kau hadirkan sejuta cerita dan waktu yang indah bila akhirnya saya juga yang harus merugi dengan menahan sesak yang menyumbat nafas ini.

Terlepas dari kenangan itu, hati ini rapuh. Hati ini butuh sandaran untuk dapat tetap berdiri tegak, setidaknya sampai esok untuk melihat sang mentari tiba diufuk terbitnya. Hati ini sudah rapuh, tua. Jika kau sakiti untuk yang kesekian kalinya, mau kau jadikan apa hati ini? Debu? Debu yang menghiasi harimu, yang memberikan kilau disetiap hari-harimu. Menjadikannya sebuah lambang kemenangan agung untukmu. Sekarang akhir dari semua yang akan saya tulis selanjutnya lagi-lagi saya serahkan pada penilai hati itu. Saya ini tuna utama. Saya tidak bisa jadi pemeran utama pada setiap cerita yang saya tuliskan. Saya hanya upik abu kehidupan. Bagian saya hanya kelabu. Tak hitam dan tak putih juga. Hanya bersemayam bila cerita tersebut adalah cerita indah. Tak diizinkan untuk saya mengambil bagian dari cerita tersebut. Biarkan saja waktu yang berperan dalam cerita ini, berharap bahwa wacana segala sesuatu itu indah pada waktunya bukan hanya dongeng pengantar tidur.

Kamis, 20 Oktober 2011

Hati ini

Hati ini seperti binatang jalang. Meliuk setiap rupawan yang menggoda. Meliuk bagai ular yang menemukan sasarannya. Berkicauan bagai burung menemukan sangkarnya. Hati ini sudah lama rapuh bagaikan pohon tua yang termakan gugur. Hati yang remuk didasarnya namun indah luarnya bagaikan porselen cina dimuseum sejarah.

Hati ini mudah berpadu. Hati ini mudah menemukan dermaganya. Hati ini mudah berlabuh dan menghujamkan jangkarnya didasar laut. Ketika senja itu mulai merajuk, setitik harapan dan secercah kilat seperti menyambar seperti sebuah sentuhan hangat. Bahkan udara saja tak pernah diperizinkan untuk menghalangi. Hati ini selalu ingin didekap. Apapun yang terjadi. Walau akan ada seribu badai dan gelombang jika hati ini kau peluk hangat semuanya akan terasa angin sejuk yang selalu setia pada pantainya.

Selain mudah berpadu, hati ini juga mudah hancur. Untuk merapikannya butuh masa yang panjang untuk menggerogotinya. Hati ini kuat sebenarnya. Asal jangan beradu dengan kisahnya ataupun cinta. Seperti air yang selalu mencari celah dan seperti racun yang siap mengkontaminasi air itu. Seperti itulah hati ini tak pernah lelah berkejaran dengan kisahnya. Mencari setitik kebenaran. Cahaya. Kehidupan.

Selasa, 18 Oktober 2011

Reality!



"You'll never know if you never try. To forget your past and simply be mine. I dare you to let me be your, your one and only. Promise I'm worthy to hold in your arms. I know it ain't easy giving up your heart."

*taken from Adele - One and Only.

Sabtu, 01 Oktober 2011

Renungan Kloset

Di atas kloset saya bisa menjadi apapun yang saya mau. Saya bisa jadi penguasa dunia atau bahkan menjadi pemilik dunia. Saya bisa melakukan percakapan yang mustahil atau bisa juga yang tidak mustahil untuk dilakukan didunia nyata. Membual tentang segala hal yang palsu dan munafik didunia nyata. Saya bisa berbicara dengan orang yang saya kagumi, walaupun hanya diatas kloset. Saya gila? tentu tidak. Kloset selain untuk memuaskan hasrat duniawi juga bisa memberi inspirasi. Tengok saja Rieke Diah Pitaloka yang merenung diatas kloset akhirnya dia bisa menjadi sesuatu. Dia bisa menciptakan karya besar yang isinya mencengangkan dunia selain sisi kebodohannya di salah satu situasi komedi di televisi.

Saya sering melakukan banyak hal diatas kloset. Mengkhayal tentang satu hal. Bahkan tak jarang saya belajar tentang kuliah saya diatas kloset. Ada satu teori yang saya dapat dari kakak saya, kalau belajar diatas kloset itu kadang lebih mengerti dibandingkan dengan belajar diatas meja belajar. Banyak sekali hal yang bisa dilakukan di atas kloset. Coba saja, coba sedikit saja menjadi penguasa dunia ini walaupun hanya disatu kamar mandi. Jadilah apapun yang Anda inginkan walaupun hanya diatas kloset. Jadilah peran apapun yang Anda mau diatas kloset, berbincang dengan siapapun yang Anda kehendaki. Jadikanlah kloset dan kamar mandi itu menjadi suatu arena pertunjukkan yang megah, setidaknya untuk Anda sendiri. Dan resapilah disetiap hembusan nafasnya dan disetiap detik waktunya. Setidaknya Anda bisa menjadi diri sendiri, tak perlu memakai topeng seperti dikehidupan nyata yang palsu ini.

Jumat, 30 September 2011

Kenangan, Masa Lalu

Sudah dua kali saya bertemu dengan seseorang yang takut akan kenangannya, masa lalunya. Berenang-renang asik bersama riaknya. Menghirup udara yang serasa menyesakkan dada. Tenggelam dalam lumpur pekat yang gelap. Dan dua kali pula saya gagal memenangkan hatinya. Membuat saya berfikir sebenarnya apa gunanya sebuah masa lalu atau kenangan itu? Hanya untuk disesali dan ditangisi kepergiannya tiap malam hingga mentari pagi yang menjadikannya tiada. Biasanya kenangan itu bermula dari sebuah kesalahan. Untuk itu kita pelajari maknanya, kita pahami ceritanya. Kalau perlu kita buat pelajaran untuk kehidupan kita selanjutnya.

Apakah saya yang berfikiran terlalu tua? Atau mereka yang kurang mengerti tentang hidup? Tak mengerti bahwa hidup ini harus ditatap ke depan, bukannya kita toleh kebelakang. Selain memegalkan leher apabila kita harus berjalan dengan menoleh, itu hanya akan membuat sesak untuk bernafas dan menyumbat nadi untuk mengalirkan darah ke otak maupun ke seluruh tubuh.

Atau saya yang tak menghargai kenangan dan masa lalu itu? Ah tidak, rasanya saya selalu mengingatnya bahkan harus menitikkan air mata ketika kenangan itu tiba-tiba berputar didepan kepala saya dengan tak terpanggilkan. Saya selalu belajar dari kenangan. Untuk karma, cinta, bahkan kasih sayang. Kenangan mengajarkan saya banyak hal. Diantaranya yang paling kita pelajari dari kenangan itu adalah pelajaran tingkat dewa yaitu ikhlas. Mengikhlaskan mereka dengan sebundel atau beruraian ceritanya terbang, atau bahkan menghilang diufuk matahari. Bukan ditangisi, diingat, dan kemudian hanya akan menyakiti orang lain yang tak bersalah dan sama sakeli tak bermain peran didalam kenangan tersebut.

Minggu, 25 September 2011

23:09:11

Tanggal 23 September kemarin adalah ulang tahun saya. Cerita klasik yang setiap tahun selalu terulang dan sama sekali cerita tersebut tidak membuat saya bosan atau bahkan hafal akan ceritanya. Cerita yang selalu terjadi dimalam ulang tahun saya, dan kakak saya menjadi pemeran utamanya. Sebuah cerita yang biasa disebut Kejutan. Walaupun saya tahu keuangan sudah tak sebagus dulu. Tapi dia selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk saya dan keluarga saya. Walaupun sekarang hanya dengan kue yang lebih kecil ukurannya, tetapi saya yakin sejuta cinta itu takkan pernah beda kadarnya. Meski tak terucapkan malah itu yang paling bermakna dihati. Tak berbeda pada cerita-cerita ulang tahun lainnya ataupun sebelumnya. Saya ingin hidup saya bahagia. Bahagia dalam segala hal, begitu juga untuk keluarga saya. Terlebih untuk kakak saya, tidak berakhir lagi cerita cintanya. Sukses dalam cintanya. Dan saya, sukses dalam finansialnya. Tidak ditipu lagi. Tidak merasakan kehilangan lagi. Terima kasih keluarga kecil saya, kalian adalah salah satu harta terbesar saya. Kadang sedikit kata-kata ini tak mampu mewakili semuanya~

Cerita ini agak berbeda dengan sebelumnya. Cerita ini belum pernah terjadi sebelumnya. Cerita ini adalah pengalaman pertama saya. Yang kata teman-teman saya ini salah satu tradisi di jurusan saya kalau ada yang berulang tahun. Walaupun badan saya harus terasa sakit karena lakban dan tali rafia yang dipergunakan untuk mengikat tubuh saya. Walaupun muka saya agak licin karena krim kue yang mendarat dimuka saya. Walaupun sepatu saya berisi tanah belok karena tanah yang basah karena air. Tetapi terima kasih sayap-sayap kecil saya. Terima kasih pewarna hidup saya. Kalian adalah salah satu harta terbesar saya juga. Maaf kalau saya belum bisa menjadi yang terbaik. Belum bisa mengabulkan keinginan mereka. Sedikit perih hati saya tak bisa mengabulkan keinginan mereka. Bukan saya pelit, egois, atau sebutan apalah itu yang pantas untuk saya. Hal ini bukan hal yang pertama untuk saya. Maafkan saya, saya harap kalian bisa mengerti hal kecil yang satu ini. Tiap malam saya berdoa semoga hal dahulu itu tidak terulang kembali pada saat ini.

Sabtu, 03 September 2011

Ramadhan dan Idul Fitri 1432 H, Petukangan Selatan 2011

Ramadhan dan Idul Fitri ditempat ini kali ini memang sangat berbeda. Tak seperti Ramadhan dan Idul Fitri sebelumnya di Bendungan Hilir, 2010. Walaupun seringkali saya rayakan dengan tiga orang manusia terbaik saya. Banyak cerita yang harus diceritakan disini sehingga dapat saya jelaskan perbedaannya. Namun hati dan jemari ini terasa malas untuk merangkaikan kata-kata sehingga lebih mudah dipahami. Banyak pengalaman dan cerita pahit maupun manis yang saya kecap. Mulai dari saya meninggalkan semua organisasi yang saya ikuti untuk bekerja disuatu perusahaan ternama di Jakarta untuk sedikit membantu keuangan orang tua saya dan mewujudkan segelintir mimpi saya. Yang mungkin apabila saya jelaskan mimpi saya disini hanya sebuah mimpi yang sangat tak berarti namun sangat berharga untuk hidup saya. Karena mimpi itu yang yang membuat saya berani mengambil keputusan untuk meninggalkan organisasi yang saya ikuti pada liburan kali ini. Walaupun ada kemirisan yang terpancar dimata saya ketika melihat jejaring sosial teman-teman saya yang mengikuti organisasi tersebut. Semangat mereka, nafas mereka, dan atmosfer aura mereka yang saya rasakan lewat barisan tulisan mereka. Lewat cerita pengalaman kerja saya diperusahaan tersebut. Saya mendapat begitu banyak pelajaran yang bukan hanya bagaimana melayani berbagai karakter pelanggan yang hilir mudik membuang uang mereka. Saya mendapat pelajaran tentang kerjasama, kasih sayang, teman. Saya menemukan seseorang yang bisa menjadi penambah semangat saya ketika perasaan saya mulai jenuh terhadap rutinitas yang ada. Bukan hanya tentang lelah lalu terbayar. Banyak cerita dan kisah yang sangat membekas dihati saya. Yang pabila saya lihat buku kecil biru catatan saya seperti ada yang mengganjal diujung pernafasan saya. Begitu banyak cerita dalam buku itu. Dan buku itu jugalah saksi bisu perjalanan Ramadhan saya kali ini.

Kemudian mulai dari cerita Ramadhan yang tak biasa dan sangat berbeda ditempat terdahulu. Yang sangat kental dengan semangat Ramadhannya. Yang sangat bergemuruh ketika adzan dan sahur dipagi hari. Lewat langit malam takbir yang menggema begitu syahdu ditelinga. Dengan lantangnya satu masjid dengan masjid yang lain mengumandangkan takbir dan ingin menjadi yang terdepan pada malam itu. Namun, tak itu saja yang saya rasakan pada malam takbir itu. Saya harus mengejar uang saya yang telah hilang ditangan orang yang tak bertanggung jawab. Walaupun dalam pedih saya akui hal itu juga yang menambah syahdu malam takbir itu. Dengan sepinya jalan, dinginnya angin malam dan ramainya pasar tumpah yang membuat kaki sedikit pegal dalam mengayuh sepeda motor yang harus merangkak diluasnya kota Jakarta.

Sampailah pada satu inti yang paling besar dan dominan yang membuat perbedaan itu sangat jelas terlihat. Iming-iming gaji yang akan saya gunakan untuk mewujudkan mimpi kecil saya dan sedikit membantu beban mereka. Kini telah sirna. Uang tersebut telah jatuh ketangan orang yang tak bertanggung jawab. Sampai detik ini, ketika tulisan ini ditulispun saya masih berharap uang itu kembali. Teringat bagaimana saya mendapatkannya, bagaimana waktu saya yang terlewati dengan berbagai makna dan cerita didalamnya. Airmata inipun rasanya sudah tak pantas lagi mengalir. Sudah sulit rasanya saya mengeluarkan airmata ini. Yang saya butuhkan sekarang hanya teman. Betapa berasanya saya ketika kakak saya harus berangkat kerja, seperti semua memori kebodohan dan kesedihan itu terputar kembali menghiasi pikiran saya. Entah sampai kapan ini akan terus terulang dalam hidup saya. Saya belum ikhlas, begitu juga kedua orang tua saya. Saya butuh teman dan keluarga saya. Setidaknya itu harta saya yang tersisa sekarang. Untungnya keluarga dan teman tidak mudah untuk dicuri.

Catatan malam

*Kadang airmatapun tak cukup melunturkan gelora dalam hati.
Kadang dengan seribu langkah kaki kecil tak cukup mengalahkan pijakan raksaksa.
Kadang dengan detakan detik tak cukup mengungkapkan segala rasa ini.
Kadang dengan satu usapan hangat tak cukup menghapus lara yang pernah singgah menggerogoti hati.
Kadang dengan satu senyuman tak cukup menggantikan rasa pedih yang menyayat.

*Lewat mata, hati, telinga semua berpacu mengucap satu bahasa yang kita sebut cinta. Tak peduli berapa ribu jarum yang siap menusuk suara kita. Tak peduli walau kadang tak bisa dicerna maknanya dengan akal. Semua terasa begitu indah ketika sampai pada sebuah peraduan yang kita sebut kekasih. Namun semua terasa begitu haru bila jalan yang kita rangkaikan tak seindah singgasana raja dunia. Tak ada penyesalan dalam mencinta, yang ada hanya belajar~

*Dengan mencinta aku banyak belajar. Aku belajar pada semua rasa yang diciptakan-Nya. Aku belajar menahan dingin yang merasuk pada malam datang. Aku belajar merangkai ribuan kata menjadi mote indah penghias tubuh. Aku belajar menahan kantuk hanya untuk berceloteh atau sekedar bercanda renyah diberanda mimpiku.

Kamis, 28 Juli 2011

Dukuh atas, Senen 21 Juli 2011

Ku duduk dibangku kereta yang lusuh dengan berbagai properti jalannya. Yang bila ku lihat dan ku cerna gerakannya membawa pikiranku pada satu tujuan dimana aku tidak boleh seperti itu. Aku harus lebih baik, atau mungkin mensejahterakan mereka. Ku duduk dengan suatu kegiatan. Merapikan hati yang sempat porak poranda selama lebih dari setahun belakangan ini. Pada hari itu akan kutekadkan hati ini pada seseorang. Kukuatkan lagi hati yang sesungguhnya sangat rapuh didasarnya. Mencoba tersusun dan berwarna merah kembali seperti dulu. Aku dapatkan cahaya hari itu. Dimana debu jalanan menjadi angin pantai yang sangat sejuk untuk dipeluk. Dimana asap angkutan umum menjadi air segar yang mewangikan tubuh. Dengan kelabu hari yang sebentar lagi akan menjadi gelap mengantarkan aku pada sebuah cinta kecil diujungnya yang menanti siap untuk diceritakan kisahnya. Walau kaki terasa kaku karena berdiri cukup lama. Ketika menyapa dan menghampirinyapun tak ada sedikitpun rasa itu. Seakan rasa kaku itu sudah aku antar pulang agar tidak mengganggu dan menggelendoti aku hari itu. Banyak cerita yang tak ingin aku bagi disini, cukup aku dan dia saja yang merasakannya. Aku dengan bahagianya hati, dan dia dengan entah apa yang dia rasakan untukku. Mulai dari kesialan yang terjadi sampai kesenangan yang dilalui bersama. Membuat aku berfikir satu hal, apa aku diciptakan dan dikirim kepadanya untuk menyialkan harinya? Tentu tidak. Dia tak pernah mengutarakannya padaku.

Aku tak pernah berfikir untuk bisa masuk dihatinya. Tapi rasa itu begitu nyata. Rasa itu mendorongku atau bahkan memaksaku untuk bisa lebih jauh mengenalnya. Tercengang oleh satu wacana yang sangat memilukan hati ini. Dia masih ada dalam kenangannya. Kenangan yang cukup jadi penghias dan pembelajaran hidup saja, bukan untuk dijadikan harapan. Ingin sekali aku teriakkan dihatinya, ditelinganya. Aku adalah harapannya sekarang. Setiap dia berdendang tentang kenangannya, hati ini pilu. Terasa ngilu diulu hati. Bahkan dengan airmata yang menetespun tak mampu melunturkannya. Tak ada daya yang mampu aku lakukan selain menunggu. Menunggu hatinya terbuka untukku, sekedar mencicipi dicintai olehnya. Menunggu hati yang berantakan ini tersusun rapi kembali dengan selipan cerita dari tangannya. Menunggu hati yang rapuh ini menjadi kuat seperti seekor elang yang siap mengarungi nusantara.

Lewat jalan temaram yang masih hiruk pikuk oleh kehidupan kota Jakarta yang kata orang Kota yang Tak Pernah Tidur. Ku peluk erat dirinya, menyaring semua angin semilir malam yang sedikit terasa menusuk menjadi hangat ditubuhnya. Ku hempaskan semua kerinduan mematikan pada sosok seseorang yang sudah lama alfa dari hidupku. Ku celotehkan semua rasa yang dari tadi mengusik hati ini. Semakin lama semakin erat pelukan ini, ketika rasa takut menggelayuti hati ini pada suatu wacana kalau-kalau ini yang terakhir kalinya. Dan mulai malam itu hati ini tak lagi mencari sesuatu yang sebenarnya tak pernah hilang. Mulai malam itu juga hidup seseorang akan berubah. Bahagia atau sebaliknya? Hanya penilai hati itulah yang mampu menemukan jawabannya~

Senin, 18 Juli 2011

Semanggi, Bendungan Hilir 2011

Ku lihat jalanan yang terang dengan temaram lampu jalan
Ku dendangkan segala yang pernah terjadi disini
Ku mainkan lagi semua yang pernah kulakukan dan kurasakan disini
Ku lihat jembatan semanggi yang setia meliuk jantung ibukota
Yang siap mengantar siapapun untuk mengarungi kehidupan ini
Jembatan yang selama ini kulewati dengan berbagai suasana hati
Jembatan yang mengenalkanku pada berbagai tempat

Ku usap bangku kendaraan umum yang melintas daerah ini
Yang pada tiga belas tahun lalu mengantarkanku untuk merasakan hidup disini
Kendaraan yang mengisi dan menemani sang jembatan dengan setianya
Setiap waktu, setiap detik, dan setiap deru yang dikeluarkan hanya untuk gemerlapnya
Ku mengadah untuk melihat menjulangnya gedung
Gedung gedung yang menemani berbagai kegiatan-kegiatan ekonomi didalamnya
Gedung gedung yang pertama aku lihat dalam hidupku
Yang pada saat itu tak mengerti pencakar langit jenis apa itu

Ku hela nafas yang dalam, ku masukkan dalam-dalam keparu-paruku
Berharap ini bukan detik-detik yang terakhir
Namun kenyataannya ini hanya sisa tak kurang dari sebulan
Semakin kulepas nafasku, semakin sesak saja rongga ini
Nafas yang penuh dengan melepaskan
Pelajaran yang hanya dewalah yang mungkin bisa melakukannya dengan mulus

Semua yang akan kutinggalkan suatu hari
Yang kutinggalkan dengan air mata yang sangat sulit kubendung
Dengan air mata yang sulit kujelaskan maknanya

Selamat tinggal jalan temaram ini
Selamat tinggal Jembatan Semanggi, tetaplah menjadi jembatan yang setia meliuk dijantung ibukota ini
Selamat tinggal kendaraan umum, tetaplah setia menjadi kekasih sang jembatan yang akan hanya hidup dengan derumu setiap waktu
Selamat tinggal gedung-gedung tinggiku, tetaplah berdiri sampai usia yang mampu merobohkanmu dan teruslah menjadi pencakar langit nan gagah
Hhhhhh.... Selamat tinggal Semanggi, Bendungan Hilir 2011~

Sebundel ceriita yang tak terkisahkan

Bolehkah menyerah sebelum kalah? Bolehkah mundur tiga langkah untuk sebuah langkah yang sedikitpun belum aku pijak?
Seperti mencari sebuah nila dalam air keruh. Seperti cerita lusuh yang tak pantas untuk dibaca dan diserna isinya. Bahkan tak pantas untuk dibaca prolognya. Sulit dan tak berharga. Jangankan hanya ingin sekedar membuka halaman pertamanya, sekedar untuk menyapu debu diatasnya saja tak ada untuk itu.

Sudah tak bisa dicerna ataupun dirasakan lagi tentang rasa ini. Cerita tentang tulisan ini dan secercah cahaya yang diceritakanpun takkan pernah sejalan. Menjadi sebundel cerita penuh makna. Andai saja penilai hati itu bisa menilai serpihan hati ini yang mencoba utuh kembali dengan semangat yang tersisa dari hela-hela kehidupan. Rasa ini sudah susah lagi untuk diraba. Ketika kau mencoba terbang dengan sebelah sayapmu, namun sebelah sayapmu tak mampu untuk dikepakkan. Apa yang harus dilakukan? Dengan air mata burung setia dalam dongengpun tak mampu menguatkannya. Ketika hanya dengan derasnya kata-kata kau mampu tersenyum untuk berharap dan bangkit diatas kakimu. Ketika dengan hanya sedikit tawa yang keluar dari mulutnya kau mampu sedikit mengecap arti bahagia. Bukalah hatimu dan biarkanlah cerita ini masuk dan mengalir dalam rongga-rongga nafasmu. Yang akan memberikan sebundel cerita yang hanya kaulah yang mengerti maknanya. Cerita yang akan kubagikan hanya untukmu.

Sabtu, 09 Juli 2011

Someone "changed"

Entah harus bagaimana perasaan saya sekarang. Harus sedih, marah, sebal, atau biasa saja. Kakak saya yang selama ini selalu ada untuk saya. Bisa dikatakan kami berdua selalu bersama. Tetapi sekarang berbeda mungkin karena sudah dimakan usia kami berdua yang sudah semakin menua. Yang takdirnya memang sudah memiliki jalan masing-masing. Yang pada akhirnyapun kita masing-masing akan berjalan sendiri dititian-Nya.

Kalau berubah ke arah yang lebih baik saya gak akan marah atau menghakiminya. Tapi ini berubah bukan sebagaimana tempatnya. Lebih tepatnya berubah untuk suatu istilah yang biasa disebut Kecemburuan Sosial. Kecemburuan itu ternyata bukan hanya hadir mewarnai dikehidupan romantisme saja, tapi juga hadir dikehidupan keluarga atau juga pertemanan. Hal ini terjadi karena dia memilih untuk menghabiskan waktu berakhir pekan dengan keluarga kekasihnya, bukan dengan saya yang notabenenya masih keluarganya. Padahal dia tahu saya sangat ingin ditemani olehnya untuk membeli sesuatu disuatu tempat. Awalnya dia bilang dia sedang malas keluar rumah dengan alasan malas. Setelah mendengar pernyataannya saya kemudian memutar otak lagi supaya berhasil mengajaknya. Ketika ditelepon oleh kekasihnya dan memberitahukan bahwa salah satu keluarganya akan ada yang marah apabila kegiatan berakhir pekan itu dibatalkan. Dia langsung bersemangat, tanpa pikir panjang lagi langsung mengiyakan hal itu. Dan pupus sudahlah harapan saya itu.

Sementara saya? Ditanya masih hidup atau mati saja tidak. Yang ingin saya kritik disini saya harap dia bisa membagi waktunya untuk keluarganya, khususnya saya dan keluarga kekasihnya itu. Mungkin dalam hal ini saya terlalu menuntut atau terlalu meminta atau bisa juga dikatakan saya terlalu mengatur hidupnya. Mungkin ada juga yang menilai saya serakah karena waktu bersama saya dengannya kan bukan hanya setahun atau dua tahun saja. Tetapi saya hanya minta sedikit kok. Saya gak minta apa-apa, saya gak minta hartanya. Saya cuma minta waktunya. Setidaknya disisa-sisa lajangnya, yang nantinya saja juga yang harus merelakan seluruh hidupnya untuk pendamping hidup yang akan menemani hidupnya mendatang.

Jumat, 08 Juli 2011

Andai saya seorang "penilai"

Penilai dalam tulisan saya kali ini bukan seorang penilai yang dalam arti positif. Mungkin bisa dikatakan dalam arti negatif. Oleh karena itu, saya berikan tanda kutip diawal dan diakhir katanya. Penilai disini adalah seseorang yang hanya bisa menilai kesalahan dan kekurangan orang lain dan segan untuk menilai kelebihan dan kebenaran orang lain. Tipe orang ini adalah suka menyindir balik orang yang menyindir kesalahannya, bukannya malah berkaca dan instrospeksi diri. Atau sekedar mengakui kesalahannya. Mungkin kata mengakui kesalahan itu sudah dihapus dengan bersih didalam kamusnya. Mungkin dalam kata lain orang seperti ini bisa juga dikatakan PENGECUT.

Orang ini dulu pernah menilai saya dengan sebelah matanya yang menganggap saya tak punya pendirian, pengkhianat, parasit dan lain sebagainya. Saya fikir semua yang dituduhkannya memang sifat dasar manusia yang memang secara hakiki itu diciptakan untuk manusia. Dan tergantung manusianya sendiri dalam mengatur itu semua.

Kasus yang saya temukan sekarang sang penilai itu telah terang-terangan menyakiti perasaannya temannya. Malah dapat dikatakan sahabat untuk mereka. Hmmm... saya jadi penasaran apakah arti teman atau sahabat dalam kamus mereka? Mungkin itu ya artinya. Sahabat itu ada untuk disakiti perasaannya, dibuat tidak nyaman raganya, dibuat airmatanya menetes. Oh, sangat tidak manusiawi. Sekarang siapa yang pengkhianat? Bukan saya. Untuk perasaan Anda sendiri saja Anda berani berkhianat apalagi pada orang lain. Kalau memang sudah tak cocok untuk bersahabat ya tinggal bilang saja. Kenapa harus menyakiti? Pengecut bukan? Dalam kasus lain sang penilai ini mampu dengan mudahnya berbohong untuk menutupi kebusukannya, padahal teman yang dibohonginya sangat lebih pintar darinya. Kalau memang tidak sudi bertemu yang tinggal bilang. Kenapa harus mengeluarkan pernyataan yang sangat munafik?

Ketika sudah terjepit, hanya satu kalimat yang mampu keluar dari mulutnya. Hanya mampu berkata "Aku tidak mengerti apa-apa" dengan harapan semua masalah itu akan berakhir. Bukan Anda yang tidak mengerti apa-apa, tapi Anda sendiri yang tidak pernah mau mencoba mengerti. Atau berkata "Kamu gak pernah ngerasain hal ini sih, jadi gak ngerti perasaan aku". Bukan saya yang tidak mau mengerti perasaan Anda, tetapi apakah Anda menimbang dan mau mengerti perasaan orang yang Anda sakiti, tidak bukan? Tentu tidak, anda hanya memikirkan perasaan anda sendiri. Anda sendiri yang tidak mau mengakui kekurangan diri sendiri dan terlalu silau dengan kelebihan yang anda miliki. Kegiatan instrokpeksi diri menurut saya suatu kegiatan yang sangat melelahkan untuk Anda. Suatu kegiatan yang akan menghilangkan setengah tenaga yang dihasilkan dari kalori dalam tubuh Anda.

Tadinya saya ingin sekali menjadi seperti Anda, punya sahabat, punya Smartphone, hidup serba gemilang. Tapi saya tahu itu semua semu. Jadi cukup anda sajalah yang menikmati keindahan semua itu. Saya urungkan niat untuk ingin seperti anda. Saya sudah bahagia, walaupun harus hidup dalam kegelapan. Setidaknya hal itu nyata.

Jumat, 01 Juli 2011

Kediaman

Perasaan siapa yang takkan biru ketika dihadapkan dengan keadaan dimana kita harus meninggalkan kediaman yang kita cintai? Kediaman yang selama sebelas tahun lebih menjadi saksi bisu saya kecap semua perasaan dan semua rasa serta berbagai warna yang mungkin tak saya dapatkan dikediaman lainya. Kediaman dimana didalamnya terdapat sangkar emas yang mampu memeluk diri ini hangat disaat hujan dan yang mampu mengitari diri ini sejuk disaat panas menusuk. Memang tak mudah sebenarnya melepaskan semuanya. Semakin kulepas rasa ini, semakin sesak pula udara yang masuk keparu-paru saya.

Bahkan airmata ini tak mampu mengungkapkan semua ini. Hanya rasa sesak yang mengendap setiap saya berjalan dijalanan yang sebentar lagi tidak akan saya injak lagi dikemudian hari. Hanya air mata tertahan yang hadir disetiap bangku kendaraan umum yang setiap hari setia mengantar saya kemanapun yang saya inginkan.

Sekarang yang saya tahu dan saya yakini hanyalah Tuhan memiliki jalan yang harus secara mau atau tidak mau kita lewati dan tak bisa sedikitpun kita mengingkarinya.

Lepaskanku segenap hati dan jiwamu, tanpa harus ku berdusta
Bahwa ini adanya, cinta yang tak lagi sama
Dan kini ku berharap ku dimengerti, walau sekali saja pelukku~~

Sabtu, 25 Juni 2011

Karma

Karma bukan tentang apa yang terjadi hari ini, kemarin, lusa, atau hal yang lalu. Karma adalah hasil yang kita petik setelah apa yang kita tanam dahulu. Baik itu manis walaupun pedih. Jangan pernah menyalahkan keadaan Tuhanmu. Bukan tentang hal dulu yang secara sadar telah dilakukan, mungkin saja rentang waktu yang mungkin tak terfikirkan olehmu. Mungkin saja memang bukan kau yang menanamnya tetapi kau terkena getah dari cerita dahulu itu. Sekali lagi karma itu bukan tentang cerita dahulu yang bercerita tentang satu tokoh tetapi banyak peran-peran didalamnya yang memaksa peran-peran masa kini untuk berperilaku setidaknya sama dengan masa dahulu.

Jumat, 24 Juni 2011

Elegi

Entah apa yang saya rasakan hari ini sepertinya tak seperti biasanya. Semua kejadian hari ini sepertinya merupakan bagian transisi hidup saya kearah yang lebih baik. Kejadian-kejadian yang sempat mengusik memori yang seharusnya saya pendam dalam-dalam dan tak boleh sedikitpun terusik diperaduannya. Namun pemeran memori tersebut hadir didepan mata saya, tak tahu apa yang harus saya lakukan. Kaku dan kelu. Seakan otak dan raga ini tak mampu menjelaskan artinya. Seakan kekuatan saya hilang, jangankan untuk berteriak, berkata haluspun saya gagu. Gagu dalam bahasa tubuh maupun dalam bahasa oral. Selain itu ada yang benar-benar mengusik hidup saya, kenangan itu. Ya, kenangan itu. Kenangan yang pernah saya lakukan atas nama cinta. Semua yang pernah saya lakukan walau harus menerjang dinginnya malam, terkurasnya materi, bahkan harga diri saya juga akan saya pertaruhkan untuk kenangan itu. Memang ketika akal dihadapkan pada suatu keadaan yang disebut CINTA. Semua takkan pernah bisa berguna dan akan tergeletak dengan mudahnya.

Sedih, bingung. Setidaknya itulah yang harus saya dendangkan disamping kenangan dahulu yang sedang diputar kembali. Ketika saya mendengar wacana yang sangat mencengangkan. Berasal dari pihak yang terpercaya. Menyatakan bahwa kehidupan seseorang atau bahkan suatu keluarga akan berubah setelah apa yang telah mereka lakukan bersama hingga seperti sekarang. Apakah semua ini harus diulang kembali dari nol? Hanya doa yang dapat menguatkannya dan hanya doalah yang mampu menopangnya agar tidak roboh ditubuh renta dan dihari senjanya. Apapun yang terjadi kau tidak boleh sama dengan mereka. Yang mencari setitik kebenaran dijalan. Yang hanya mengandalkan keringat didahi mereka untuk melanjutkan esok. Kau harus tetap dikasurmu yang nyaman dan hangat dengan secangkir kopi atau teh yang tersedia hangat disamping ranjangmu. Saya bahkan akan berjanji kalau jalanan itu haram untukmu. Walaupun harus saya yang berpacu dijalanan.

Berfikir, termenung. Apa yang telah saya lakukan tadi? Terlihat seperti binatang jalang? Tentu tidak, saya bukan binatang jalang yang mencari recehan dari kantong puan-puannya untuknya membeli sepotong roti dan segelas minuman untuk malamnya. Saya hanya seseorang yang mencari jawaban atas pertanyaan besar ini. Saya seorang mencari makna cinta yang sesungguhnya itu berada. Bahwasannya banyak teori mengatakan bahwa cinta sejati itu hanya cinta induk kepada buah hatinya, baik itu manusia atau hewan sekalipun. Tuhan menciptakan banyak cinta, dan saya yakin bahwa cinta itu bukan hanya satu. Cinta itu ada dimana-mana walaupun harus dengan kadar yang berbeda. Malam ini saya belajar satu hal, tak semua rupa sempurna itu memberikan keteduhan apalagi cinta. Rupa sempurna sekarang justru membiaskan pantulan yang sangat berbanding terbalik seperti cermin limaran yang mengatakan kalau buruk rupa adalah perempuan tercantik dimasanya. Walaupun saya mengerti setiap perbuatan kita akan ada balasannya. Namun rasanya saya tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

Kalau saja saya bisa mengintip naskah Tuhan yang sudah dituliskan untuk saya. Setidaknya saya mengerti semua ini, atau bila lebih saya bisa mengetahui arah dari jalan cerita ini. Jalan cerita ini akan menuju satu yang berbentuk apa? Abstrak untuk saya sekarang.

Minggu, 12 Juni 2011

Harapan mimpi

Ketika Tuhan sudah mengetuk kehendaknya dengan suatu bahasa yang disebut tidak, masih adakah hal yang masih bisa kita lakukan? Ketika suatu harapan dihadapkan dengan ribuan mata pisau yang siap menusuk, adakah tempat kita untuk bisa menyamankannya?
Bahkan dengan seribu peluh penuh asa dan seribu impian penuh makna tak akan ada yang bisa merobohkan kehendak itu. Kita hanya bisa bersyukur atas apa yang telah kita genggam kuat sekarang. Sebuah pelajaran tingkat dewa yang sangat sulit diterapkan oleh insan pemuja langit seperti kita ini. Cobalah sedikiit lebih rendah hati dengan memuja bumi dibanding harus memuja langit yang seakan menyakitkan leher dan menyesakkan dada jika jatuh dari atasnya.
Kita hanya bisa bermimpi atau berharap dan menitipkan mimpi itu ditanganNya dan sesukanya akan diapakan mimpi itu.
Mereka bilang saya pemimpi. Mereka bilang saya pembual asa. Saya memang seperti itu. Setidaknya untuk insan yang tak punya bongkahan harta atau sekelebatan tahta hal itu bisa menjadikan saya bermakna. Tidak berada ditempat busuk yang tak ada artinya bahkan untuk kecoa-kecoa bau itu. Tidak seperti seonggok daging yang menunggu mati. Hidup berawal dari mimpi dan akhirnya akan kembali pada tempat mimpi itu dibuat. Dan hanya satu kegiatan yang dapat kita kerjakan dibumi ini, yaitu BERSYUKUR!

Sosok itu

Kulambai dirimu dengan pedih, dengan rintihan malam yang seakan berdecit memilukan kalbu. Ketika kau berikan asa itu bagaikan kau datang dengan gagahnya kuda putih yang menyilaukan pelangi. Namun kau tak menghampiriku seperti cerita dongeng. Kau malah terus berpacu seakan menghilang diperaduannya. Kau tinggalkan aku dengan lagu sedih yang seakan mengalir sendiri tak terpanggilkan. Kau berlalu tanpa menoleh sedikitpun kepadaku. Kau berlalu tanpa sempat kuhirup wangimu. Dan kau berlalu dengan memberikan kesan berbekas dihatiku, tanpa tahu siapa yang akan mewarnai bekas itu.

Jumat, 10 Juni 2011

DUNIA

Ketika kubuka pagi ini dengan sebekal harapan menyambut pagi. Ku lihat sekelilingku terbang lepas dengan sepasang sayap indah dan menawan. Kulihat mereka dengan kantong-kantong emas disangkarnya. Sementara aku? Untuk terbang saja aku tak punya cukup sayap untuk itu, dan untuk mendapatkan kantong-kantong emaspun aku harus mencari ribuan celah atau bahkan aku harus menggali. Sedalam apa aku harus menggali? Seakan dengan tangan mungil ini hanya mampu menggali tak lebih dari sejengkal jari manismu. Tapi setidaknya aku normal, aku ingin bahagia. Siapa yang tak ingin menggapai mentari digenggamannya? Kurasa tak ada, mungkin hanya manusia yang dibelenggu nila saja yang buta akan adanya mentari. Untuk insan kecil seperti akupun pasti ingin membahagiakan orang tuanya. Dengan cara apapun pasti semua insan kecil itu ingin melakukan itu. Walau hanya dengan berada disampingnya dan memeluknya dengan hangat sambil menikmati senyumannya, walau hanya setes air hujan dapat menenggelamkan dahaganya. Dan ketika airmata hanya akan menambah bebannya, kutahan walau rasanya seperti menghakimi tenggorokan. Yang kuharapkan hanya doa dari bibir rentanya yang mampu merobohkan kerasnya karang pantai, bahkan mampu mengubah lembutnya kulit menjadi sekeras batu. Aku tak tahu apa yang akan terjadi dengan tabir esok, yang kumau hanya membuatnya bangga dan membuat akhir hidupnya indah sebelum ajal menjemput diri ini ataupun dirinya. Sampai akhirnya kita semua terlelap dalam kenyamanan.

Sabtu, 07 Mei 2011

Kekuatan hati itu

Bahkan dengan cinta rapuh inipun tak mampu merobohkan kuatnya singgasana hati itu. Bersama malam dengan satu taburan bintang di angkasa sana kuhempasakan segala asa dan angan tentang dirimu yang pernah terpatri dianganku. Rasanya sekarang semua itu sudah tak baik lagi untuk kupuja dan kugantungkan diatas kepalaku, bahkan otak ini saja sudah tak sudi untuk menyimpannya. Rasa sakit tak memilikimulah yang kudendangkan saat ini. Kepiluan malam yang seakan menemani dan mencaci semua rasa ini. Rasa menyerah dan melepaskanmulah yang kusuarakan pada malam. Dengan gelap ini kuharap itu cukup untuk memendammu didasarnya. Untuk apa rasa itu masih ada? Bahkan tak sedetikpun kau merindukan diriku, bahkan tak sekedipan matamupun kau ucap namaku. Kau tetap saja pada pesonamu dan segala gemerlap dirimu. Aku tak pernah menyalahkan dirimu, memang keadaan sajalah yang memang ingin menceritakan semuanya seperti ini. Memang keadaan ini yang ingin bercerita tentang kau yang sangat mudah untuk dicinta dan aku yang hanya menjadi pemuja dirimu.

Rabu, 13 April 2011

Hanya mimpi

Saya merasa ada yang tidak beres. Semua ini berjalan sepertinya jalan ditempat saja. Tak ada keinginan untuk berlanjut, apalagi menentukan tujuannya. Seperti kereta yang tanpa arah. Situasi ini yang membuat saya jadi tak menentu. Sebenarnya rasa sedih atau rasa jatuh cinta yang saya rasakan?
Apa harus saya seudahi semua ini? Kenapa tak sudahi saja semuanya sebelum rasa itu mengakar dihati, dan akhirnya akan sulit untuk digugah, apalagi dihapuskan.
Yang saya takuti sekarang hanyalah cinta sendiri, cinta pada bayangan yang sampai kapanpun tak akan pernah bertemu. Karena memilikimu hanya ada dalam mimpiku saja. Tak lebih.

Minggu, 10 April 2011

Life is never flat

Seperti pepatah itu, hidup memang tidak selalu datar. Ada saja kejutan-kejutan disetiap perjalanannya. Tetapi harus saya rasakan untuk yang kedua kalinya. Ya, hal ini bukan yang pertama terjadi dalam hidup saya. Saya tidak pernah menyakiti hati orang lain dengan mengambil paksa apa yang dimilikinya. Dan saya sangat berharap tidak ada yang ketiga kalinya. Ataukah harapan besar kan timbul suatu tanggung jawab yang besar pula. Semuanya sekarang sirna, hilang, bak air bah yang menyapu bersih semuanya tanpa sisa. Hanya menyisakan tangisan dan harapan-harapan yang berantakan seperti puing-puing rumah tua yang sudah tak dicintai penghuninya lagi. Saya tak punya apa-apa lagi sekarang, semua sirna. Kulihat semuanya terasa berubah dan dengan sedikit kesunyian saja semuanya seakan terulang kembali. Sangat sesak rasanya. Bagaikan beribu gas karbon yang dijejalkan keparu -paru saya. Sulit bernafas rasanya. Kulihat kedua orang tua saya yang mungkin juga lebih sesak dari dada saya sekarang. Terutama ibu saya, bertatap dengan muka saya dengan senyuman tulus dari bibirnya sembari tangannya bertumpuan dengan rambut basah saya karena peluh dan air mata yang rasanya sangat sulit saya bendung waktu itu. Saya harap saya bisa melewati semua ini dengan baik, semoga seluruh keluarga saya bisa menerimanya dengan lapang dada. Hanya barang fisik saja yang hilang, bukan nyawa apalagi raga ini. Dan sayapun dapat mengembalikan ini semua dengan kedua tangan saya yang saya miliki ini. Saya sangat memohon pentunjukmu ya Allah.
Setidaknya lewat kejadian ini saya bisa berfikir kalau itu semua bukanlah apa-apa. Hanya titipan darinya.
Dibalik itu semua, saya masih punya dua harta yang sangat berharga. Teman dan keluarga. Hanya kedua itu yang saya miliki sekarang. Dan saya yakin kedua harta itu tidak akan pernah bisa diambil dengan paksa kecuali dengan kehendak-Nya untuk kenirwana sana. Lagi-lagi pelajaran tingkat dewalah yang harus saya kecap. IKHLAS!

Jumat, 08 April 2011

Ini yang disebut harapan

Aku telah menemukan tanpa harus tahu apa yang telah hilang. Aku telah menemukan tanpa harus tahu apa yang telah selama ini aku cari. Inikah yang disebut dengan harapan? Harapan baru tentunya. Seperti tanaman tandus dipadang rimba yang mengharapkan guyuran hujan dari yang kuasa agar tak mati rasa, apalagi mati kehidupan. Apakah aku yang terlalu berlebihan? Aku sangat berharap ini adalah pelabuhan hatiku yang siap kuhujamkan jangkarku agar berpaut dengan dasar laut yang telah lama dirindukan oleh sang jangkar itu. Hanya satu yang aku ingini, Semoga ini bukan harapan semu dan kosong lagi. Karena aku tak tahu lagi harus berbuat sedemikian rupa apa lagi agar kudapatkan yang aku ingini. Jangan pernah hilang lagi, dan bila ingin hilang, bawa seluruh rasa ini terbang bersama dirimu dan biar kesangsian malam dan butiran embun serta kesesakan dunia yang membuatnya tiada.

Minggu, 03 April 2011

Pemenang dan Pelajar Kehidupan itu...











"Inilah pemenang dan pelajar kehidupan itu. Berjuta langkah yakin mereka dan berjuta senyuman yang menghias mentari terik hari itu, seakan memohon kepadanya sebuah niat tulus yang terurai dari jemari mereka. Melawan kesangsian senja yang ingin cepat menggantikannya menjadi malam. Tetaplah menjadi seseorang yang terus belajar dari kehidupan kawan. Tetaplah menjadi sesorang yang sesungguhnya bukan seonggok daging yang tersaji indah diprasmanan dan seekor bunglon dengan berbagai warna indah yang sesungguhnya kelabu"

Sabtu, 02 April 2011

Ingatkah ini kawan???




Ingat tidak tentang Fatahillah September 2010? Kita bukan hanya berlima belas, tetapi kita bertujuh puluh delapan kawan!

Tentang hari ini

Ini semua bukan cerita tentang aku, kamu, dirinya. Ini semua cerita tentang kita!
Kita diantara deburan debu dan pancaran mentari yang sengat. Dengan berjuta langkah kaki kecil dan dengan berjuta harapan tentang dunia. Seakan semua rasa letih, pegal, kantuk telah kita kesampingkan dan bersatu menjadi suatu asa yang sangat berharga didepan mata. Setidaknya kita menjadi pemenang. Pemenang dalam diri kita sendiri. Yang berani melawan rasa malas dan malu dibandingkan yang lain hanya bisa berharap dan bertahta dengan megahnya disingasana emasnya. Ilmu yang kita dapatkan juga bukan hanya tentang pelajaran. Kita belajar tentang hidup. Kita belajar tentang yang namanya persahabatan. Tak seperti mereka yang hanya menelan mentah-mentah makna dari semua keeksakan yang dijejali oleh dosen universitas. Kita belajar tentang semuanya yang tak kita dapatkan dibangku itu. Hanya dengan bangku jalananlah kita belajar semuanya. Menulis semuanya diatas teriknya mentari dengan debu jalanan yang agak menyesakkan pernafasan. Kita pemenang kawan, kitalah yang belajar sesungguhnya. Bukan hanya menghabiskan uang untuk membayar bangku kuliah saja, tapi kita membayar dengan keringat, tenaga, daya dan upaya untuk pelajaran hidup kita kawan. Setidaknya kita lebih mengerti sedikit tentang hidup. Bukan menjadi orang yang mencintai kediamannya hanya untuk sesuatu yang sangat menjadi kebanggaan bagi dirinya. Tetapi menjadi orang yang mencintai kediamannya dengan sangat tulus dengan keringat dan tenaga. Dengan tangis, tawa, dan kebersamaan. Dan menjadi orang yang bukan hanya berguna dan membanggakan diri sendiri, tetapi juga orang lain.

Untuk yang terbaik: Melati Salamatunnisa, Wilyanti Angelina, Faisal Azhar, Retno Herny Rahayu, Dwi Ardini Pratiwi, Gustim Prima Aditya, Laras Sekar Aristi, Debby Dyah Septiorini, Azaria Desfiani, Qori Purnamasari, Usha Widya, Windy Pujiatmiko, Nuriza Ratno Saputra.


Jumat, 01 April 2011

Takdir, Tentang Dunia ini

Semakin banyak manusia yang tak mensyukuri nikmat dari-Nya. Masih saja mencari sesuatu yang semu, yang sulit. Kenapa tak jalani saja apa yang ada didepan mata? Kenapa tak syukuri saja apa yang ada?
Tuhan tidak akan memberikan sesuatu kepada umatnya tanpa satu tujuan. Percaya saja pada jalannya, kehendaknya. Tuhan tahu mana yang baik untuk kita. Dikediaman kita berada sesungguhnya sudah terurai jalan nan indah, hanya saja kita kurang mengetahuinya. Kebanyakan dari kita hanya tersilaukan oleh jalan lain yang lebih indah dan berkilauan diseberang sana. Cobalah untuk mencintai kediaman kita sendiri. Maka kita akan temukan emas dari kediaman itu.

Jumat, 25 Maret 2011

Ku mengadah, kau menoleh

Setiap ku melihatmu
Ku terasa di hati
Kau punya segalanya
Yang aku impikan

Dan anganku tak henti
Bersajak tentang bayangmu
Walau kutahu
Kau tak pernah anggapku ada

Ku tak bisa menggapaimu
Takkan pernah bisa
Walau sudah letih
Aku tak mungkin lepas lagi
Kau hanya mimpi bagiku
Tak untuk jadi nyata
Dan sgala rasa buatmu
Harus padam dan berakhir

Kan selalu
Ku rasa hadirmu
Antara ada dan tiada

Setiapku melihatmu, sekedar berharap bahwa hati ini dapat kau sambut hangat. Jangankan menyambutnya, sekedar untuk memberi celah saja tidak. Apakah aku terlalu kelewatan mengaharap dirimu? Disaat semua terasa beban dan sangat kecil kemungkinan untuk bisa bersamamu. Hanya mengikhlaskanlah yang bisa kulakukan sekarang dan hanya ikhlaslah yang lagi lagi harus kukecap dan kudendangkan lirih dihati ini. Membakar segala rasa dan kelimpungan dihati ini dengan seluruh daya upaya yang ada dalam raga. Menghapus bayang serta jejakmu dihati ini. Salahku bila mengagumimu? Salahku bila aku tak sempurna dan kau terlalu sempurna untukku? Salahku bila kau sebuah apel dan aku separuh sisanya? Bukan mauku untuk jadi seperti ini. Bukan mauku pula untuk berkisah tidak layaknya seperti cerita cinta film romantis. Ini hidup, bukan film cinta dengan segala kemudahannya. Bersua kemudian bersama. Hidup tak akan semudah itu. Tak dengan bersua dengan rangkaian sua berikutnya hati seseorang dapat terikat satu sama lain. Dan akhirnya bersama. Dalam hidup bahkan bersua pertama kalinya saja bisa jadi untuk yang terakhir kalinya. Ini hidup, nyata. Tidak seperti cerita film!

Senin, 21 Maret 2011

Tentang Hidup

Bukan hati ini yang berniat untuk berdusta, apalagi mengurangi rasa yang ada.
Palsu. Ya, hanya itu yang ada dan sangat terkenal dijaman ini.
Bukan pula keinginan hati untuk menolak apa yang datang dan diberikan dari-Nya. Hanya saja ada sesuatu dihati yang akhirnya membuat sebuah penolakan. Saya hanya manusia. Dan dari sejarahnya memang takdirnya manusia itu adalah makhluk yang tidak pernah puas. Setidaknya ada penyejuk hati dan pengisi kekosongan yang sering membuat galau dimalam hari. Kenapa tak terima saja itu dengan tangan terbuka? Yah, namanya manusia selalu berharap lebih dan selalu melihat rumput yang jauh dimata itu lebih hijau dibanding rumput dipelupuk mata.
Selalu mencari apa yang tak perlu dicari, selalu mencari sesuatu yang semu.
Datang, Pergi. Kedua itulah yang selalu mengalir dengan lembut dihidup ini. Sayangnya kita kurang menyadari hal itu karena kadang semua itu terlalu lambat untuk dirasakan. Terpesona dengan yang datang dan tersedu dengan yang pergi. Terlalu munafik rasanya kalau kita ucap kita tak pernah palsu. Hanya saja paling kita tidak menyadarinya. Kadang banyak alibi ataupun sanggahan yang menutupi semuanya. Ketika muncul dipermukaan hanya kata maaflah sangat ringannya terucap. Secara sejarahnya sangat susah untuk memaafkan seseorang, terlebih harus mengikhlaskannya pergi. Butuh waktu yang sangat revolusioner untuk melakukan proses tersebut. Saat harus mengikhlaskan seseorang pergi, tak sedikit dari kita untuk berevolusi. Diiringi dengan tangis yang tersedu, dengan mata yang bulat seperti karet yang direndam minyak tanah semalaman lamanya. Ya, itulah hidup kadang kita tak mengerti maksud dan jalannya semua ini. Tinggal jalani saja skenario-Nya, tanpa harus berperan lagi kita sudah menempati peran kita masing-masing!

Jumat, 11 Maret 2011

Ketika malam menyapa

Kututup kelabu malam ini dengan cerita gundah dalam hati.
Kubuka kembali hari ini dengan kenangan, setidaknya itu pernah memebuat diri berharga.
Ketika berjelaga saja hanya berdiam dan ditemani dentuman melodi merintih dan dengan tumpukan serat daun yang mereka sebut kertas.
Tumpukan deadline!
Tumpukan urusan!
Tumpukan cerita tentang teori-teori kehidupan!
Otakku pun tak mampu memilah rasa apa yang singgah dihati ini.
Ketika hati yang mengambil langkah untuk bercerita, adakah yang mampu menahannya?
Ketika mata sudah tak lagi ringan untuk dipejamkan.
Saat mendengar barisan-barisan kata melodi saja semua terasa kembali berputar seperti dulu. Sayangnya tidak seindah dulu. Sayangnya semua berakhir. Dengan seribu kekuatan dan daya upaya melepaskan setidaknya cerita itu dulu pernah ada.
Cerita dimana malam yang menusuk jantungpun tak terasa. Cerita dimana ketika hati yang berbicara dan mendominasi semua. Cerita dimana pengapnya dunia inipun terasa indah dan segar. Cerita yang akan menutupi perih hati atas nama pengkhianatan. Cerita tentang jalan maaf dan kembali. Cerita dimana panjang likunya jalanan dan perihnya tersungkur terasa nikmat. Cerita dimana semuanya merah muda dan penuh bunga. Tak ada kelabu, apalagi hitam. Sekali lagi, sayangnya cerita itu sudah usai. Sekarang hanya cerita tentang ikhlaslah yang dikecap.

Selasa, 01 Maret 2011

Menjadi Sempurna

Jika aku adalah separuh apel, aku ingin kalian semua yang jadi potongan kecil yang membentuk setengah bagiannya lagi.
Jika kita adalah malaikat, aku ingin menjadi sebelah sayapnya. Kemudian kalian menjadi bulu-bulu halus yang membentuk sayap satunya.
Jika kita adalah isi bumi, aku ingin menjadi matahari terbenamnya, dan kalian menajdi deru lautnya. Sehingga kita bisa saling bersingunggan diujung ufuknya.
Jika aku adalah buku, aku ingin kalian jadi tasnya. Agar buku yang rapuh itu tidak terinjak-injak oleh orang lain.
Dan jika aku tidak jadi sempurna, aku butuh tangan kalian untuk menjadi sempurna, kawan!

Kamis, 24 Februari 2011

Kata Hati

Dikala hati sudah tak mungkin berpaut dan terisi satu sama lain. Siapakah yang salah?
Dikala hati sudah tak nyaman lagi didekatnya. Adakah yang salah?
Jika tercium hawanya saja sudah tidak mau mendekat
Jika mata saja sudah tak sudi bertemu dengan matanya
Jika dengan sebuah kata saja hati bisa tersakiti, dan dengan sebuah peringaipun tak membekas dihati
Jika seseorang akan lebih mengingatmu dengan kekuranganmu
Jika seseorang hanya akan menertawaimu jika tahu kekuranganmu, dan tertawa seakan menggegerkan dunia bak seseorang aparat menemukan mafia terkejam
Apakah itu yang disebut seorang teman untukmu?
Itulah kata hati, yang secara logika ataupun ilmiah susah untuk dijelaskan atau ditela'ah lebih jauh. Walau menggunakan rumus matematika dari belahan dunia manapun tak akan mampu menemukan asal dan hasil kata hati itu.
Hanya hati memang yang bisa menjelaskan dan memaparkan semua. Tanpa rumus, tanpa teori. Hanya dengan rasa.

Dibuang sayang

Ini adalah tugas mata kuliah Pengantar Kesusastraan Belanda saya. Saya diberi tugas oleh dosen saya untuk membuat sebuah naskah pidato yang sarat dengan karya sastra. tetapi karena suatu hal teks ini tidak terpakai. daripada didelete jadi saya post aja di blog ini.
Semoga berguna dan selamat membaca :)

Bismillahirohmanirohim,
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh
Pertama-tama, saya selaku dekan FIB UI ingin memanjatkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yang Maha Esa yang telah memperizinkan kita untuk berkumpul ditempat ini untuk melaksanakan perhelatan untuk menyambut para mahasiswa baru.
Untuk para pejuang-pejuang muda yang telah berhasil diterima di FIB UI ini, yang mungkin saja merupakan titik puncak semua daya upaya, tenaga, pikiran serta hati selama beberapa bulan terakhir ini supaya dapat diterima dikampus kebanggaan negara ini. Kampus dimana para pencerah dan perombak negeri ini berhasil ditetaskan disini. Saya ingin menghaturkan beribu-ribu selamat kepada anda. Anda bagaikan cahaya pencerah bagi kami, seorang pejuang yang akan mengabdikan setengah hidupnya untuk menimba ilmu dikampus ini. Yang nantinya dapat menjadi perombak dan penggerak negara ini, yang akan membawa negara ini pada suatu titik kejayaan dimana matahari akan setara dimata anda sekalian. Memasuki dunia kampus tidaklah sama dengan dunia sekolah tingkat atas. Banyak hal yang sangat berbeda diantaranya keduanya. Selain anda harus bertanggung jawab kepada negara dan diri sendiri, anda juga harus bertanggung jawab kepada kedua orang tua anda. Betapa berdosanya diri kita apabila kita tidak mempergunakan kesempatan emas dihadapan mata ini dengan baik. Pada orang tua yang dengan kaki rentanya masih mau berusaha untuk membiayai kita. Betapa pendustanya kita apabila peluh dan jiwaraga orang tua kita tidak kita balas dengan kesungguhan dari lubuk hati untuk benar-benar bertekad belajar dengan baik ditempat ini. Dan satu hal yang penting yang harus anda kecamkan dalam benak anda, saya mengerti kalau memasuki jurusan anda sekarang bukanlah prioritas utama dalam hidup anda. Tapi cobalah untuk mencintai tempat anda sekarang. Anggap saja itu tempat yang telah disediakan-Nya untuk anda. Dan yakinlah bahwa dia punya arti dibalik itu semua. Dan percaya dia tidak akan memperdayakan dirimu. Jadikan tempat yang anda singgahi sekarang itu tempat yang indah untuk dihuni. Dengan semua asa dan harapan yang sudah ada gantungkan didalam pikiran anda. Sekian haturan diri saya, semoga berguna untuk anda.
Selamat Berjuang wahai pahlawan mudaku, terang dan lurus jalan kami untuk mencapai ujung asa itu!
Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh

Rabu, 02 Februari 2011

Berlebihankah?

Terlalu berlebihan menurut anda blog ini? Tutup blog ini jika menurut anda seperti itu, jika diteruskan maka anda akan menemukan lebih banyak lagi keberlebihan didalamnya.
Setidaknya dalam keberlebihan itu, tidak ada topeng dalam blog ini. Semuanya terkupas seperti biji kacang dengan kulitnya.

Dunia Fantasi, Teman





Kemarin merupakan salah satu hari terbaik yang saya miliki dalam hidup saya. Saya bisa pergi kedufan. Dengan sebagian orang-orang tercinta yang saya miliki. Sebenernya keinginan saya tidak banyak hanya ingin pergi ketempat tersebut dengan orang-orang tercinta saya. Kalau hal satu itu saja sudah tidak bisa terpenuhi, saya bisa apa? Yasudahlah setidaknya keinginan saya yang lainnya bisa terwujud, yaitu pergi ke Dunia Fantasi ini.
Mungkin bagi sebagian orang pergi ketempat ini merupakan sesuatu pengalaman yang biasa, tapi tidak berlaku bagi saya. Apalagi saya pergi ketempat ini dengan orang-orang yang sangat berharga bagi saya. Setidaknya saya mencintai negeri ini, setidaknya Dunia Fantasi itu milik kita sendiri. Walaupun banyak taman bermain diluar sana yang lebih canggih dari dari milik kita sendiri. Setidaknya Indonesia punya taman bermain seperti Dunia Fantasi ini. Masih banyak negara-negara lainnya yang belum memiliki taman bermain seperti ini.
Yasudahlah, saya memposting blog ini bukan ingin mengomentari fenomena didunia ini. Karena percuma masih lebih banyak lagi fenomena yang bisa dikomentari. Memang dunia ini fana. Tetapi saya ingin memberikan apresiasi lebih pada teman-teman saya yang telah mewujudkan keinginan saya untuk dapat mengunjungi Dunia Fantasi itu.

"Terima Kasih untuk Endah Sylvia, Mayang Adnin Rachmadiasaputri, Qori Purnamasari, Windy Pujiatmiko, Geraldi Ramadhan, Azaria Desfiani, Faisal Azhar, Galuh Bekti karena memberikan arti lebih dari sekedar bermain kemarin"

Selasa, 25 Januari 2011

Friendship





"Kemesraan ini sebaiknya janganlah cepat berlalu. Kadang waktupun tak cukup untuk mencurahkan isi hati. Dan mulutpun tak cukup untuk mengungkapkan kata-kata. Ketika mulut tak lagi mampu mengucapkannya, biarkanlah hati kita yang bertaut satu sama lain. Lewat isi hati, cerita, celoteh, tawa, dan tangis. Dan senyummu kawan, seperti air hujan yang menyirami kaktus dipadang gersang. Sangat menyejukkan. Kisahmu yang sangat berguna untuk dibagikan. Didengarkan sekadar untuk mengisi kekosongan hati dan menyelimuti malam itu selain gelap yang setia menemaninya. Terima kasih untukkmu kawan, Pandu Mahasyah, Hikmah, Yuni Rachmawati Putri, Taviani Kumaladewi, Nadya barek Boli, Endah Lestari."

Senin, 17 Januari 2011

Kenyataan

"Aku telah menemukan tanpa tahu apa yang aku cari.
Aku telah kehilangan tanpa tahu apa yang telah aku temukan.

Setiap manusia memiliki ruang kosong dihatinya. Ketika seseorang datang dan kita berfikir bahwa dia mengisi ruang kosong itu, sebenarnya dia hanya berdiri di depan pintu dan menyamarkan ruang kosong tersebut.
Ruang kosong dihati kita tetap ada dan tak akan pernah benar-benar terisi.

Cuma karena hati harus terisi, dan rasa haruslah cinta, maka kerapkali manusia berlari dan mencari, entah apa...
Cuma karena sepi diartikan mati, dan luka tak boleh ada, maka manusia berpikir sudah menemukan, entah apa...
"


*Alia - Cinta Pertama "Every Diary has Secret"

Rabu, 12 Januari 2011

Perempuan tua itu yang saya sebut Ibu

Kubuka album biru
Penuh debu dan usang
Ku pandangi semua gambar diri
Kecil bersih belum ternoda

Pikirkupun melayang
Dahulu penuh kasih
Teringat semua cerita orang
Tentang riwayatku

*
Kata mereka diriku slalu dimanja
Kata mereka diriku slalu dtimang

Nada nada yang indah
Slalu terurai darinya
Tangisan nakal dari bibirku
Takkan jadi deritanya

Tangan halus dan suci
Tlah mengangkat diri ini
Jiwa raga dan seluruh hidup
Rela dia berikan

Oh bunda ada dan tiada dirimu
Kan slalu ada di dalam hatiku

Pagi ini, tiba-tiba terngiang lagu tersebut dalam pikiran saya. Saat saya melihat seorang perempuan tua yang tertidur bersandarkan dinding dengan seekor kucing kecil dipangkuannya. Saya yakin kucing tersebut pasti juga merasakan butiran-butiran kasih sayang dari sentuhannya, sehingga dia sangat nyaman didekapannya. Saya lihat dan saya amati wajahnya. Tiba-tiba saya tertegun melihat wajahnya lelahnya. Seakan semua perjuangannya selama ini terputar kembali diwajahnya seperti dalam pertunjukkan gedung bioskop. Perempuan tua itu sudah tak muda lagi, yang ada dimukanya hanya kerutan-kerutan yang menggerogoti setiap waktunya detik demi detik. Saya yakin perjuangannya selama ini yang membuatnya lelah. Sudah puluhan tahun kira-kira. Saya sudah berusia 18 tahun, belum lagi kakak saya yang berusia 23 tahun. Kira-kira dalam kurun waktu itulah dia habiskan waktunya, tenaganya, bahkan air susunya yang saya teguk dahulu. Kemudian saya lihat tangannya, tak beda jauh dengan wajahnya. Penuh dengan kerutan yang melambangkan lelahnya. Tapi dahulu tangan itu yang mengangkat tubuh mungil saya. Tangan itu yang selalu terulur untuk saya. Tangan itu yang mengalirkan ribuan butir kasih sayang disetiap sentuhannya. Bahkan jiwa dan raganya pun rela dia berikan.Tiba-tiba teringat kembali sepotong pepatah dalam ingatan saya. Memberi makan perempuan tua itu seumur hidupnya takkan mampu membalas semua yang telah diberikannya. Air susu yang ada dibumi ini pun juga takkan mampu menebus air susunya yang diberikan dahulu. Sungguh tak dapat terbayangkan bahwa kasih sayangnya yang tiada tara didunia ini. Belum lagi tiba-tiba teringat balasanku untukknya. Belum banyak, seperti yang dia berikan pada saya. Yang banyak hanya bentakan, rasa kesal saya padanya. Mungkin dibalik itu semua hatinya lebih kesal bahkan lebih lelah dibanding saya. Tapi perempuan tua itu sangat mulia, tak pernah dia mengeluh sedkitpun tentang rasa lelah dan kesalnya itu. Ya, perempuan tua itulah yang selama ini saya sebut IBU.

Kamis, 06 Januari 2011

DEFINISI

"RUANG RASA"

"Rasa marah, senang, bahagia, terpojok, sedih, terharu, takut, cemas, merdeka, terjepit, gelisah, gundah, semuanya tumpah ruah disini dalam satu wadah yang bernama R A S A ! ! !"

Senin, 03 Januari 2011

Fireworks!


Setidaknya seperti ini perayaan Tahun Baru 2011 di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Ramai lengkap dengan hiruk pikuknya. Lengkap dengan ledakan kembang apinya. Seakan melambangkan harapan-harapan baru dan asa-asa baru yang siap untuk memuncak ditahun yang baru. Dibawah langit yang gelap itu, yang hanya diterangi oleh lampu-lampu kota yang remang. Dihimpit oleh ribuan manusia yang ingin menyaksikan kobaran kembang api tersebut. Oleh segelintir manusia yang tidak segan mengeluarkan uangnya untuk membakar kembang api tersebut. Mungkin hanya dengan harapan dapat membahagiakan orang sekitarnya. Saya menilai dan mengapresiasikannya lebih dari itu. Selain hati saya sepi, tapi saya sangat bahagia karena Tahun Baru ini ditemani oleh segelintir teman saya. Tidak ditemani oleh Timeline jejaring sosial yang saya miliki. Melihat update teman-teman saya dengan hingar bingarnya. Saya memandang kembang api itu adalah harapan-harapan baru saya ditahun ini. Ledakannya seakan membakar jantung saya. Berharap ingin terbang luas seperti kembang api tersebut. Lewat ledakan itu saya mencoba melepas semua yang telah terjadi disatu tahun yang lalu. Dingin, kelam, mencekam itulah yang saya buang jauh, saya lepas keangkasa. Hangat, terang, nyaman itulah yang saya putar kembali dipikiran saya sembari menghantarkan saya memasuki tahun yang baru ini. Saya berharap menjadi seseorang yang baik dari tahun kemarin. Lebih baik dalam segala kategori kehidupan ini. Atau apabila beruntung saya bisa menemukan sebelah sayap saya yang hilang, agar saya bisa terbang dengan bebas. Amien...
SELAMAT TAHUN BARU 2011