Kamis, 28 Juli 2011

Dukuh atas, Senen 21 Juli 2011

Ku duduk dibangku kereta yang lusuh dengan berbagai properti jalannya. Yang bila ku lihat dan ku cerna gerakannya membawa pikiranku pada satu tujuan dimana aku tidak boleh seperti itu. Aku harus lebih baik, atau mungkin mensejahterakan mereka. Ku duduk dengan suatu kegiatan. Merapikan hati yang sempat porak poranda selama lebih dari setahun belakangan ini. Pada hari itu akan kutekadkan hati ini pada seseorang. Kukuatkan lagi hati yang sesungguhnya sangat rapuh didasarnya. Mencoba tersusun dan berwarna merah kembali seperti dulu. Aku dapatkan cahaya hari itu. Dimana debu jalanan menjadi angin pantai yang sangat sejuk untuk dipeluk. Dimana asap angkutan umum menjadi air segar yang mewangikan tubuh. Dengan kelabu hari yang sebentar lagi akan menjadi gelap mengantarkan aku pada sebuah cinta kecil diujungnya yang menanti siap untuk diceritakan kisahnya. Walau kaki terasa kaku karena berdiri cukup lama. Ketika menyapa dan menghampirinyapun tak ada sedikitpun rasa itu. Seakan rasa kaku itu sudah aku antar pulang agar tidak mengganggu dan menggelendoti aku hari itu. Banyak cerita yang tak ingin aku bagi disini, cukup aku dan dia saja yang merasakannya. Aku dengan bahagianya hati, dan dia dengan entah apa yang dia rasakan untukku. Mulai dari kesialan yang terjadi sampai kesenangan yang dilalui bersama. Membuat aku berfikir satu hal, apa aku diciptakan dan dikirim kepadanya untuk menyialkan harinya? Tentu tidak. Dia tak pernah mengutarakannya padaku.

Aku tak pernah berfikir untuk bisa masuk dihatinya. Tapi rasa itu begitu nyata. Rasa itu mendorongku atau bahkan memaksaku untuk bisa lebih jauh mengenalnya. Tercengang oleh satu wacana yang sangat memilukan hati ini. Dia masih ada dalam kenangannya. Kenangan yang cukup jadi penghias dan pembelajaran hidup saja, bukan untuk dijadikan harapan. Ingin sekali aku teriakkan dihatinya, ditelinganya. Aku adalah harapannya sekarang. Setiap dia berdendang tentang kenangannya, hati ini pilu. Terasa ngilu diulu hati. Bahkan dengan airmata yang menetespun tak mampu melunturkannya. Tak ada daya yang mampu aku lakukan selain menunggu. Menunggu hatinya terbuka untukku, sekedar mencicipi dicintai olehnya. Menunggu hati yang berantakan ini tersusun rapi kembali dengan selipan cerita dari tangannya. Menunggu hati yang rapuh ini menjadi kuat seperti seekor elang yang siap mengarungi nusantara.

Lewat jalan temaram yang masih hiruk pikuk oleh kehidupan kota Jakarta yang kata orang Kota yang Tak Pernah Tidur. Ku peluk erat dirinya, menyaring semua angin semilir malam yang sedikit terasa menusuk menjadi hangat ditubuhnya. Ku hempaskan semua kerinduan mematikan pada sosok seseorang yang sudah lama alfa dari hidupku. Ku celotehkan semua rasa yang dari tadi mengusik hati ini. Semakin lama semakin erat pelukan ini, ketika rasa takut menggelayuti hati ini pada suatu wacana kalau-kalau ini yang terakhir kalinya. Dan mulai malam itu hati ini tak lagi mencari sesuatu yang sebenarnya tak pernah hilang. Mulai malam itu juga hidup seseorang akan berubah. Bahagia atau sebaliknya? Hanya penilai hati itulah yang mampu menemukan jawabannya~

Senin, 18 Juli 2011

Semanggi, Bendungan Hilir 2011

Ku lihat jalanan yang terang dengan temaram lampu jalan
Ku dendangkan segala yang pernah terjadi disini
Ku mainkan lagi semua yang pernah kulakukan dan kurasakan disini
Ku lihat jembatan semanggi yang setia meliuk jantung ibukota
Yang siap mengantar siapapun untuk mengarungi kehidupan ini
Jembatan yang selama ini kulewati dengan berbagai suasana hati
Jembatan yang mengenalkanku pada berbagai tempat

Ku usap bangku kendaraan umum yang melintas daerah ini
Yang pada tiga belas tahun lalu mengantarkanku untuk merasakan hidup disini
Kendaraan yang mengisi dan menemani sang jembatan dengan setianya
Setiap waktu, setiap detik, dan setiap deru yang dikeluarkan hanya untuk gemerlapnya
Ku mengadah untuk melihat menjulangnya gedung
Gedung gedung yang menemani berbagai kegiatan-kegiatan ekonomi didalamnya
Gedung gedung yang pertama aku lihat dalam hidupku
Yang pada saat itu tak mengerti pencakar langit jenis apa itu

Ku hela nafas yang dalam, ku masukkan dalam-dalam keparu-paruku
Berharap ini bukan detik-detik yang terakhir
Namun kenyataannya ini hanya sisa tak kurang dari sebulan
Semakin kulepas nafasku, semakin sesak saja rongga ini
Nafas yang penuh dengan melepaskan
Pelajaran yang hanya dewalah yang mungkin bisa melakukannya dengan mulus

Semua yang akan kutinggalkan suatu hari
Yang kutinggalkan dengan air mata yang sangat sulit kubendung
Dengan air mata yang sulit kujelaskan maknanya

Selamat tinggal jalan temaram ini
Selamat tinggal Jembatan Semanggi, tetaplah menjadi jembatan yang setia meliuk dijantung ibukota ini
Selamat tinggal kendaraan umum, tetaplah setia menjadi kekasih sang jembatan yang akan hanya hidup dengan derumu setiap waktu
Selamat tinggal gedung-gedung tinggiku, tetaplah berdiri sampai usia yang mampu merobohkanmu dan teruslah menjadi pencakar langit nan gagah
Hhhhhh.... Selamat tinggal Semanggi, Bendungan Hilir 2011~

Sebundel ceriita yang tak terkisahkan

Bolehkah menyerah sebelum kalah? Bolehkah mundur tiga langkah untuk sebuah langkah yang sedikitpun belum aku pijak?
Seperti mencari sebuah nila dalam air keruh. Seperti cerita lusuh yang tak pantas untuk dibaca dan diserna isinya. Bahkan tak pantas untuk dibaca prolognya. Sulit dan tak berharga. Jangankan hanya ingin sekedar membuka halaman pertamanya, sekedar untuk menyapu debu diatasnya saja tak ada untuk itu.

Sudah tak bisa dicerna ataupun dirasakan lagi tentang rasa ini. Cerita tentang tulisan ini dan secercah cahaya yang diceritakanpun takkan pernah sejalan. Menjadi sebundel cerita penuh makna. Andai saja penilai hati itu bisa menilai serpihan hati ini yang mencoba utuh kembali dengan semangat yang tersisa dari hela-hela kehidupan. Rasa ini sudah susah lagi untuk diraba. Ketika kau mencoba terbang dengan sebelah sayapmu, namun sebelah sayapmu tak mampu untuk dikepakkan. Apa yang harus dilakukan? Dengan air mata burung setia dalam dongengpun tak mampu menguatkannya. Ketika hanya dengan derasnya kata-kata kau mampu tersenyum untuk berharap dan bangkit diatas kakimu. Ketika dengan hanya sedikit tawa yang keluar dari mulutnya kau mampu sedikit mengecap arti bahagia. Bukalah hatimu dan biarkanlah cerita ini masuk dan mengalir dalam rongga-rongga nafasmu. Yang akan memberikan sebundel cerita yang hanya kaulah yang mengerti maknanya. Cerita yang akan kubagikan hanya untukmu.

Sabtu, 09 Juli 2011

Someone "changed"

Entah harus bagaimana perasaan saya sekarang. Harus sedih, marah, sebal, atau biasa saja. Kakak saya yang selama ini selalu ada untuk saya. Bisa dikatakan kami berdua selalu bersama. Tetapi sekarang berbeda mungkin karena sudah dimakan usia kami berdua yang sudah semakin menua. Yang takdirnya memang sudah memiliki jalan masing-masing. Yang pada akhirnyapun kita masing-masing akan berjalan sendiri dititian-Nya.

Kalau berubah ke arah yang lebih baik saya gak akan marah atau menghakiminya. Tapi ini berubah bukan sebagaimana tempatnya. Lebih tepatnya berubah untuk suatu istilah yang biasa disebut Kecemburuan Sosial. Kecemburuan itu ternyata bukan hanya hadir mewarnai dikehidupan romantisme saja, tapi juga hadir dikehidupan keluarga atau juga pertemanan. Hal ini terjadi karena dia memilih untuk menghabiskan waktu berakhir pekan dengan keluarga kekasihnya, bukan dengan saya yang notabenenya masih keluarganya. Padahal dia tahu saya sangat ingin ditemani olehnya untuk membeli sesuatu disuatu tempat. Awalnya dia bilang dia sedang malas keluar rumah dengan alasan malas. Setelah mendengar pernyataannya saya kemudian memutar otak lagi supaya berhasil mengajaknya. Ketika ditelepon oleh kekasihnya dan memberitahukan bahwa salah satu keluarganya akan ada yang marah apabila kegiatan berakhir pekan itu dibatalkan. Dia langsung bersemangat, tanpa pikir panjang lagi langsung mengiyakan hal itu. Dan pupus sudahlah harapan saya itu.

Sementara saya? Ditanya masih hidup atau mati saja tidak. Yang ingin saya kritik disini saya harap dia bisa membagi waktunya untuk keluarganya, khususnya saya dan keluarga kekasihnya itu. Mungkin dalam hal ini saya terlalu menuntut atau terlalu meminta atau bisa juga dikatakan saya terlalu mengatur hidupnya. Mungkin ada juga yang menilai saya serakah karena waktu bersama saya dengannya kan bukan hanya setahun atau dua tahun saja. Tetapi saya hanya minta sedikit kok. Saya gak minta apa-apa, saya gak minta hartanya. Saya cuma minta waktunya. Setidaknya disisa-sisa lajangnya, yang nantinya saja juga yang harus merelakan seluruh hidupnya untuk pendamping hidup yang akan menemani hidupnya mendatang.

Jumat, 08 Juli 2011

Andai saya seorang "penilai"

Penilai dalam tulisan saya kali ini bukan seorang penilai yang dalam arti positif. Mungkin bisa dikatakan dalam arti negatif. Oleh karena itu, saya berikan tanda kutip diawal dan diakhir katanya. Penilai disini adalah seseorang yang hanya bisa menilai kesalahan dan kekurangan orang lain dan segan untuk menilai kelebihan dan kebenaran orang lain. Tipe orang ini adalah suka menyindir balik orang yang menyindir kesalahannya, bukannya malah berkaca dan instrospeksi diri. Atau sekedar mengakui kesalahannya. Mungkin kata mengakui kesalahan itu sudah dihapus dengan bersih didalam kamusnya. Mungkin dalam kata lain orang seperti ini bisa juga dikatakan PENGECUT.

Orang ini dulu pernah menilai saya dengan sebelah matanya yang menganggap saya tak punya pendirian, pengkhianat, parasit dan lain sebagainya. Saya fikir semua yang dituduhkannya memang sifat dasar manusia yang memang secara hakiki itu diciptakan untuk manusia. Dan tergantung manusianya sendiri dalam mengatur itu semua.

Kasus yang saya temukan sekarang sang penilai itu telah terang-terangan menyakiti perasaannya temannya. Malah dapat dikatakan sahabat untuk mereka. Hmmm... saya jadi penasaran apakah arti teman atau sahabat dalam kamus mereka? Mungkin itu ya artinya. Sahabat itu ada untuk disakiti perasaannya, dibuat tidak nyaman raganya, dibuat airmatanya menetes. Oh, sangat tidak manusiawi. Sekarang siapa yang pengkhianat? Bukan saya. Untuk perasaan Anda sendiri saja Anda berani berkhianat apalagi pada orang lain. Kalau memang sudah tak cocok untuk bersahabat ya tinggal bilang saja. Kenapa harus menyakiti? Pengecut bukan? Dalam kasus lain sang penilai ini mampu dengan mudahnya berbohong untuk menutupi kebusukannya, padahal teman yang dibohonginya sangat lebih pintar darinya. Kalau memang tidak sudi bertemu yang tinggal bilang. Kenapa harus mengeluarkan pernyataan yang sangat munafik?

Ketika sudah terjepit, hanya satu kalimat yang mampu keluar dari mulutnya. Hanya mampu berkata "Aku tidak mengerti apa-apa" dengan harapan semua masalah itu akan berakhir. Bukan Anda yang tidak mengerti apa-apa, tapi Anda sendiri yang tidak pernah mau mencoba mengerti. Atau berkata "Kamu gak pernah ngerasain hal ini sih, jadi gak ngerti perasaan aku". Bukan saya yang tidak mau mengerti perasaan Anda, tetapi apakah Anda menimbang dan mau mengerti perasaan orang yang Anda sakiti, tidak bukan? Tentu tidak, anda hanya memikirkan perasaan anda sendiri. Anda sendiri yang tidak mau mengakui kekurangan diri sendiri dan terlalu silau dengan kelebihan yang anda miliki. Kegiatan instrokpeksi diri menurut saya suatu kegiatan yang sangat melelahkan untuk Anda. Suatu kegiatan yang akan menghilangkan setengah tenaga yang dihasilkan dari kalori dalam tubuh Anda.

Tadinya saya ingin sekali menjadi seperti Anda, punya sahabat, punya Smartphone, hidup serba gemilang. Tapi saya tahu itu semua semu. Jadi cukup anda sajalah yang menikmati keindahan semua itu. Saya urungkan niat untuk ingin seperti anda. Saya sudah bahagia, walaupun harus hidup dalam kegelapan. Setidaknya hal itu nyata.

Jumat, 01 Juli 2011

Kediaman

Perasaan siapa yang takkan biru ketika dihadapkan dengan keadaan dimana kita harus meninggalkan kediaman yang kita cintai? Kediaman yang selama sebelas tahun lebih menjadi saksi bisu saya kecap semua perasaan dan semua rasa serta berbagai warna yang mungkin tak saya dapatkan dikediaman lainya. Kediaman dimana didalamnya terdapat sangkar emas yang mampu memeluk diri ini hangat disaat hujan dan yang mampu mengitari diri ini sejuk disaat panas menusuk. Memang tak mudah sebenarnya melepaskan semuanya. Semakin kulepas rasa ini, semakin sesak pula udara yang masuk keparu-paru saya.

Bahkan airmata ini tak mampu mengungkapkan semua ini. Hanya rasa sesak yang mengendap setiap saya berjalan dijalanan yang sebentar lagi tidak akan saya injak lagi dikemudian hari. Hanya air mata tertahan yang hadir disetiap bangku kendaraan umum yang setiap hari setia mengantar saya kemanapun yang saya inginkan.

Sekarang yang saya tahu dan saya yakini hanyalah Tuhan memiliki jalan yang harus secara mau atau tidak mau kita lewati dan tak bisa sedikitpun kita mengingkarinya.

Lepaskanku segenap hati dan jiwamu, tanpa harus ku berdusta
Bahwa ini adanya, cinta yang tak lagi sama
Dan kini ku berharap ku dimengerti, walau sekali saja pelukku~~