Rabu, 19 Desember 2012

Malam

Neptunus,
Malam ini air mata ini menetes tiba-tiba. Menetes diantara tumpukan buku yang sedang bergumul denganku. Membasahinya. Aku tak mengerti apa yang sedang menderaku saat ini. Aku seperti berada didalam dua ruang bifurkasi yang berbeda. Ruang masa lalu dan ruang masa kini. Ruang masa lalu yang masih memasung kakiku untuk tetap berada di kegelapannya. Ruang masa kini yang masih mampu memberikanku nafas namun masih saja pekat dengan awan kelabu yang memedihkan mata dan menyesakkan paru. Nus, aku tidak pernah bisa mengerti perasaan apa yang sedang melandaku saat ini.

Neptunus, kemarin aku lewati jalan temaram lengkap dengan cerita kenangan yang seakan terputar kembali dalam imajiku. Tetapi diujungnya tak kulihat kau disana. Kau kemana kesatriaku? Rumah itu bukan kediamanmu lagi. Remangnyapun tak sanggup lagi menata bayanganmu disana. Yang tersisa hanya bau semen basah dan cat cair yang baru saja dikawinkan dengan tumpukan bata bernama dinding. Dinding yang sudah hangat sekarang. Berbeda dengan dinding hatiku dikala itu. Dingin. Membuatku menggigil sampai ingin kutabrakkan kendaraanku agar makin kurasakan dinginnya aspal jalan mencumbu tubuhku. Aku masih mencarimu kesatria.

Neptunus, adam itu kini memenuhi rongga nafasku. Sesak. Membuatku tak dapat menahan air mata ini. Aku memang jelas-jelas jatuh cinta padanya. Hilang kendali bagai kendaraan yang bercerai dengan kopling dan remnya. Hanya berjalan menggunakan gigi maju dan melaju menghampiri ajal, yang hanya dengan itu bisa membuatnya berhenti. Aku merasakan cinta yang tak mungkin. Cinta yang resah. Sementara aku tegas dengan langkah kaki kecilku. Namun, tak kulihat ketegasanmu disana. Yang kulihat hanya tatap ragu dari sorot mata itu. Entah apa yang kau ragukan, entah aku yang terlalu lemah untuk merasakan cinta. Imun tubuhku seakan tak mampu menahan penyakit ini. Seribu tanda tanya yang kini berputar dan berkutat denganku. Hanya Tuhan yang tahu jawab dari resah ini. Hanya dirinyalah yang tau akhir dari cerita ini. Bantu aku, Tuhan.

Neptunus, imajiku ini telah terbagi menjadi tiga. Diantara bifurkasi masa lalu dan masa kini, di dalamnya masih ada cerita masa kini lagi. Di dalamnya kutemui macam Adam yang lain. Macam yang mengingatkanku pada kesatria yang lari itu. Dengan senjata yang sama, Supernova dan Dewi Lestari. Mengingatkanku kembali pada kisah tragis namun romantis antara Dimas dan Reuben. Membuatku kembali ingin menjadi mereka. Menjadikan cinta semu ini memiliki cerita dan memiliki mimpi yang bisa dibagikan. Membuatku kembali membaca lembaran-lembaran kisah Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Membaca keping demi keping tulisan-tulisan yang menyentuh hati dan membuat tersedak. Sehingga ingin kumuntahkan dan kutulis segala tulisan indah itu kedalam laman elektronikku ini.

Neptunus dan Tuhan, bantu aku untuk menjawab ketiga bifurkasi ini. Tak sanggup lagi aku menjadi amphibi. Bukan hanya hidup didua alam, tapi ini tiga alam. Haruskah mati untuk menutup cerita ini? Tidak. Tentu aku tak akan memilih jalan itu. Jalan-Nya jauh lebih indah menurutku.

"Sudah kumenangkan taruhan ini, bahkan dengan sangat adil. 
Jauh sebelum kau menyerahkan kertas dan pensil. 
Karena rinduku menetas sebanyak tetes gerimis. 
Tidak butuh kertas atau corengan garis. 
Genggamlah jantungku dan hitung denyutannya. 
Sebanyak itulah aku merindukanmu, Putri." -Kesatria-

                                                         -Supernova, Dewi Lestari
(Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh)

Minggu, 09 Desember 2012

Dia, yang sedang singgah

Neptunus,

Aku diberi kesempatan untuk jatuh cinta lagi dengan seorang Adam. Seorang yang tak tahu dari mana asalnya. Seorang yang sedikit membuatku tercekat belakang ini. Tercekat dengan semua kata-kata manisnya. Yang kutahu kata-kata manis itu pula yang nantinya akan menghujam jantungku dengan cairan diabetes yang mematikan nadiku. Membuatku kembali terpenjara dalam menara tuaku sendiri. Kata manis itu seakan mencandu hidupku, tak bisa lagi aku hidup tanpa canduku. Adam itu yang memberiku celah untuk aku bisa bernafas lagi. Membuatku kembali membuka awan dan melihat matahari yang mengintip malu-malu diujung jendela cakrawalaku. Siapakah kau? Akankah kau hanya singgah dalam waktu yang singkat?

Neptunus, aku tetap menjaga hatiku. Membelenggunya agar tidak terlalu agresif dengan hadirnya adam itu. Menjaganya dari kerapuhan. Kalau-kalau dia hanya ingin singgah untuk beristirahat, bukan untuk mewarnai menara tuaku. Kalau-kalau dia hanya ingin membuaiku sesaat dan membuatku sedikit bisa mencicipi warna lagi. Dia begitu rupawan dimataku. Dia berhiaskan semua yang aku mau. Tak sanggup aku berpaling dari kilauannya.

Neptunus, akankah doaku akan terjawab dan perahu kertasku akan berlabuh? Akankah menaraku akan kembali bersinar dan berwarna seperti saat kesatria itu masih sudi mendiaminya. Akankah perahu kertasku akan menemukan pelabuhannya. Hanya kau wahai adamku yang punya jawabannya. Jika memang kita sudah ada didalam rencana-Nya maka aku siap mengkisahkan kisahmu mulai sekarang. Dan apabila memang kita tidak tertulis dalam rencana-Nya, maka pergilah. Aku tidak akan memasung kedua kakimu disini. Aku cinta merdeka, dan takkan kubiarkan kau terbelenggu dimenara tua ini. Raihlah apa yang ingin kau raih. Dan pegang satu kalimat dariku: Aku bisa merasakan jatuh cinta lagi. Dan itu berkat kau!

Untuk Seseorang

Wahai kau yang sedang dilanda cinta,
Kau tak butuh matahari, karena kau hidup ditempat yang berlimpah sinar-Nya.
Kau tak butuh air, karena Tuhanmu masih mengizinkan air untuk menghiasi hulu dan hilir sungai-sungainya.
Kau tak butuh udara, karena dia masih membelai lembut seluruh nadi diparu-parumu. Kau tak butuh angin, karena angin masih setia menemani kesejukan.
Kau tak butuh api, karena cinta dan rindumu yang menggebu yang akan membakarnya menjadi bara.
Yang kau butuhkan hanya dia. Bukan cerita tentang aku, kamu, ataupun mereka. Ini tentang dia. Tentang kau yang sedang dilanda cinta.
Kau jadikan dia matahari yang menyinari harimu.
Kau jadikan dia udara yang merasuk dalam paru-paru dan jantungmu.
Kau jadikan dia angin yang menemani kesejukan bahkan dinginnya malammu.
Kau jadikan dia api yang membara bersama cinta dan rindumu yang membakarnya menjadi bara.
Ya, itu tentang kau dan dia yang sedang dilanda cinta. Aku hanya bercerita. Ini bukan kisahku, kisah mereka, ataupun kisah kita. Ini kisah kau dan dia.