Sabtu, 17 Maret 2012

Maret ini...

Bukan aku yang meninggalkan tapi ini tentang kamu. Bukan aku yang menyakiti tapi ini tentang kita. Cerita ini memang tentang meninggalkan dan ditinggalkan maupun menyakiti dan disakiti. Bukan cerita tentang mereka. Bukan cerita tentang fisik kita. Bukan pula cerita indah kemarin sore dibawah senja biru itu. Ini tentang kita, aku dan kamu.

Coba lihat hatimu yang keras seperti batu itu. Membuat aku tertarik dalam satu renungan tajam. Pikiran jahat yang merasuk seperti setan. Kamu mencari tempat nyaman dengan selimut yang kamu sebut sayang. Menjaga supaya hatimu tak lelah, tak tersakiti. Nyatanya hati ini yang tersakiti. Mengusung bahwa hal ini yang terbaik untuk kita. Bukan untuk kita. Coba perhatikan lagi kata "kita". Ini hanya untukmu. Kalau memang untuk kita tak seperti ini rasaku sekarang. Buat apa kau panggil diriku masuk dalam ruangan hidupmu itu? Kembali membuat ku berfikir jauh, apa arti diriku untuk hampir tiga bulan ini. Kamu bilang ini waktu yang singkat? Ini lebih dari yang terhitung dalam jumlah hari atau bahkan bulan. Maaf memang kenyataannya kamu sakit. Aku yang tak pernah bisa mengerti kalau rasa cintamu itu memang berarti. Aku ini memang buta. Setidaknya dengan mencintaimu aku tidak buta. Kamu bilang cintamu berharga. Banyak untukku. Mana? Hanya dalam beberapa hari saja kau bisa hidup tanpaku. Sementara aku? Mati.

Aku ingin hidup seperti tidur. Lupakan semua tetek bengek tentang asa nafasmu. Lupa dan lenyap dari segala seluk beluk dan angan dipelukanmu. Lupa tentang rasa yang masih sangat hangat menyelimuti hati ini untukmu. Lupa bahwa nafas, denyut, dan langkah kaki ini pernah mengumandangkan namamu. Tapi aku tak lupa cara bernafas, berdiri, tak lupa caranya hidup. Kenyataannya aku hidup bukan seperti tidur. Seperti mati.

Kadang aku memang ingin mati. Mati untuk pernah bisa merasakan cinta yang besar itu. Mati untuk semua kenangan indah untuk bisa mengikhlaskanmu. Mati agar tak kusaksikan lagi bagaimana rasa dan harapan itu kini telah tiada. Bukan tentang mati meninggalkan dunia ini. Tapi mati untuk cinta ini.

Kenyataannya aku tak mampu. Sekarang memang aku sudah mampu tersenyum, telah kutemukan nada dan irama hidup ini tanpa dirimu. Yang awalnya hanya matilah yang mungkin jalan terbaik untuk jalan ini semua. Jika saja kau bertanya siapa pemilik hati ini, jawabnya: masih KAMU. Maafkan aku jika memang kemarin kau tersakiti karenaku. Karena aku yang tak pernah bisa melihat bahwa kau punya cinta yang berharga. Namun sekarang sudah kulihat cinta berharga itu. Meski masih kurasakan walau hanya puing-puing kecilnya saja. Semoga saja Tuhan masih membukakan celah jalan untuk bisa merasakan cinta berharga itu. Merasakan puing-puing itu menjadi serpihan untuh kembali. Entah denganmu lagi, atau dengan yang lain. Kalau boleh aku memilih. Pasti kamu pilihan mati untukku. Aku serahkan semuanya pada penilai hati dan Tuhan.