Jumat, 25 Januari 2013

Peng(aku)an

Ini tentang kisahku. Bila kau muak dengan drama-drama dalam halaman ini tombol berlambang X masih tersedia untuk kau.

Kurangkai kata demi kata di atas kendaraanku dengan segala ornamen malam yang menggelendotiku dan menghantam kendaraanku di segala arah. Angin malam dingin yang selalu membuatku candu untuk memeluknya. Lampu jalan remang yang tak pernah lelah merefleksikan kenangan di setiap pancarannya. Jalan sepi tanpa hiruk pikuk ekonomi kota Jakarta pagi hingga petang yang ingin sekali kurasakan dan kucumbu dinginnya. Dibumbui dengan sedikit gerimis yang mampu menggigilkan hati. Menjadikan suasana ini sangat sempurna.

Aku termenung. Ingatku bahwa selama ini aku terjebak dalam wangi maskulin sang Adam. Jenis makhluk ini yang mampu menghisap seluruh cadangan libidoku. Mampu menghilangkan dahagaku akan sebuah penghilang dahaga bernama cinta, tak jarang aku juga dibuat mabuk olehnya. Makhluk yang aku kagumi dari setiap lekuk kemeja yang membentuk dadanya, yang mampu membuat mata lupa akan kedipnya dan senyum selalu hadir terpanggil disetiap ujung bibirku kala kukagumi pada setiap jahitan celananya. Membawaku pada imaji gila yang seharusnya tak ada, hangat jika ada di dekapnya. Ya, hanya itu yang aku kenali sekarang. Bukan lagi melulu tentang kecantikan dan kelembutan. Aku tergila-gila pada makhluk jenis itu. Aku suka aroma maskulin itu, bukan lagi tentang wangi manis.

Jangan salahkan Adam, jangan salahkan Tuhan, jangan salahkan keadaan, apalagi jangan salahkan aku. Jahat juga bila kau salahkan Bunda. Yang Bunda tahu hanya pernah mengandung berkah bukan salah. Aku yang kini terjebak dalam pesona sang Adam. Banyak jenis makhluk ini yang sudah kutemui di hidupku. Bisa membuatku sepi, menangis. Kadang bisa membuatku tertawa dan menjadi manusia paling tinggi derajatnya dalam hidupnya. Sering memberi warna dalam hidupku. Merah, jingga, biru, bahkan kelabu. Sama sekali tak membuatku membenci makhluk jenis ini, atau setidaknya membuatku menjadi netral. Justru semakin memacuku kedalam pencarian untuk menemukan satu yang mampu memelukku dengan kedua tangannya yang sarat dengan otot. Menjadikanku esa dirongga hatinya. Dekapan hangat dengan aromaterapi maskulin yang memabukkan diriku. Aku tergila-gila padamu Adam, tapi entah Adam yang mana!

Kamis, 03 Januari 2013

Anyer, Tahun Baru 2013


Neptunus,
Aku masih belum percaya aku telah bisa mengunjungi markasmu akhir tahun lalu. Berkat dua orang teman yang meyakinkan jalanku untuk bertemu denganmu, nus. Sama seperti tahun-tahun yang lalu. Aku masih sendiri. Belum diberi kesempatan untuk merasakan pergantian tahun ini berdua. Entah dengan siapa. Sekarang aku masih mencari pelabuhanku, nus. Belum bisa kulihat mercusuarnya. Masih tertutup awan. Aku masih pekat dengan asinnya air laut.

Nus, aku bahagia bisa melarungkan perahu kertasku tengah laut. Tepat didepan gerbang megahmu. Kulepaskan semua cerita tentang kesatria dalam lautmu. Sudah kulepas dirinya. Tak lagi aku kekang dalam bifurkasi imajiku. Sembari kudoakan agar kau bebas menari dalam hidup depanmu. Tidak lagi mengharap kenangan busuk yang bakterinya membuat kau juga ikut membusuk dengan aromanya. Doaku juga semoga tak ada tangis lagi dalam harapmu.

Nus, disisi lain aku punya pengharapan dalam kunjunganku kemarkasmu. Setiap kulihat riak ombak yang gembira itu aku selalu memohon pada Tuhan dan padamu. Beri aku pelabuhan untukku berlabuh. Kemanapun itu. Sudah lelah aku pekat dengan biru dan asin yang membuat tubuhku amis bagai ikan laut. Pelabuhanku yang satu kini sudah jauh. Tak jadi kuhujamkan jangkarku disana. Terlalu sulit aku mengerti sistem perdagangannya. Pelabuhanku yang satu lagi juga semakin kabur kulihat. Seakan tak ingin kusinggahi keberadaannya. Dan kini aku semakin tak mengerti kisah ini. Tak ada gambaran untuk aku bisa menebak akhirnya. Hanya penilai hati itulah yang mampu menemukan jawabannya.

Nus, sekarang sudah 2013. Selamat tahun baru untukmu. Semoga aku bisa mengunjungimu lagi nanti. Malam itu, pergantian tahun. Masih digerbangmu yang megah. Ditemani pekat malam, sedikit gerimis, riak ombak yang seakan ikut bergemuruh menyambut tahun yang baru, dan ledakan-ledakan kembang api yang cukup membangunkanku dari tidur ayamku. Aku ingin berteriak. Sekencang-kencangnya. Aku siap berlabuh. Aku cinta padanya. Satu-satunya pelabuhanku, yang masih tertutup awan. Menjadikanku ingin menangis dan memeluk riak ombak yang memeluk tubuhku bersama malam. Berharap ditengah kegembiraan. Tak berhenti otak ini memutar tentangmu. Menyebutkan namamu. Selain dalam hati juga kuucapkan selamat tahun baru untuk keluargaku dan semesta ini. Menjadikan diri sepi ditengah ramai euforia malam tahun baru. 2013 tahun baru untuk aku masih melanjutkan pelayaranku menuju pelabuhan yang tepat. Selamat tahun baru semesta!

Markas, dua dimensi

Neptunus,
Aku belum diberi kesempatan untuk bisa mengunjungi markasmu. Masih banyak yang harus kulakukan disini. Masih banyak yang minta untuk ditata dan dirapikan kembali. Seperti hati ini. Aku belum sempat melarungkan tubuhku dalam riakmu. Menatap tengah lautmu yang mungkin akan sedikit membuatnya hangat dengan bulir air mata yang membasahinya. Aku belum punya kesempatan melihat semburat jingga matahari menyapa permukaan lautmu dengan emas yang berkilau. Mengantarkan pagi dan malam yang setia menjaga lautmu. Aku ingin melayarkan perahu kertasku yang nyata di depan gerbang markasmu. Yang hanya aku ingin yakinkan bahwa perahu kertasku akan berlabuh. Sama seperti hati ini, yang ingin berlabuh. Kemanapun itu.

Nus, aku ingin berlabuh. Cerita tentang kesatria itu sudah jadi masa lalu. Munafik untukku yang selalu menunggu kehadirannya kembali. Padahal kenyataannya itu mustahil. Kesatriaku mungkin sudah menemukan hidupnya. Yang bila aku baca dari garis waktunya dia lebih memilih mati dalam kenangannya. Itu jalan hidupnya, Nus. Jalanku beda. Lebih mirip seperti cerita cinta Agen Neptunus yang sudah pensiun karena hatinya sudah berlabuh. Kugy. Ingat nama itu kan Nus? Hanya saja adam yang ada dalam dimensiku sekarang agak sulit aku baca gelagatnya. Sekarang hanya ada dua. Namun, tetap saja aku masih menjadi amphibi.

Aku tidak pernah meremehkan kenangan. Kenangan itu kuat, siapapun bisa kalah karenanya. Sama seperti yang terjadi pada kesatriaku. Malam ini adamku yang satu sedang sakit. Dan kutahu kenangannya yang mampu menjamahnya. Bukan aku. Aku sampai saat ini juga tak mengerti tentang rasa apa ini. Rasa yang sedikit ngilu ketika kutahu kau bahagia bersamanya. Masa lalu yang selalu membuai. Ngilu ini cemburu. Entahlah. Yang aku mengerti hanya rasa tidak nyaman yang kini menghiasi seprei tidurku malam ini. Nus, jaga hatinya. Jaga dirinya. Seperti yang diucapkannya padaku. Di dalam dimensi lainku, tak kalah unik. Kutemukan jenis adam yang lain. Tadinya yang menggebu ingin menjadikanku hal berpengaruh dalam hidupnya. Namun, kini berubah. Hanya angkuh yang kurasakan. Entah dimana salahku. Dingin. Sedingin jari ini menuliskan semuanya disini.

Nus, aku ingin berlabuh. Kemanapun itu. Entah dengan adam yang ini, atau yang itu. Aku ingin tinggal. Sudah lelah berlayar. Jika nanti malam atau saat matahari terbenam maupun terbit kau bertemu Tuhan, tanyakan padanya: Kapan aku bisa berlabuh? Haruskah perahuku karam?