Sabtu, 24 Agustus 2013

Cinta telah hilang

Baru saja kuceritakan kisah jenis adam yang lain di laman ini. Namun kisah itu sudah limbung, hilang tenggelam terbawa arus ego yang sangat mematikan. Ketika aku menuliskan lagi cerita yang telah hilang ini, hati ini sedang perih seperih-perihnya. Tepat pada minggu yang lalu, cinta ini belum hilang. Malah sedang berbunga dan bergejolak menunggu terbakar. Di jalan yang sama, di waktu yang sama aku lewati jalan ini bersamanya. Namun hari ini, kulewatinya sendiri. Entah bagaimana rasanya perih ini menghujam hatiku seperti aspal panas yang berpantulan dengan terik matahari siang ini.

Kesatria yang lain ini beda dari sebelumnya. Dia ingin merdeka, tak suka di belenggu, apalagi belenggu luka dan kenangannya. Sangat kulihat jelas dari jurus perangnya. Aku juga tahu kesatria ini sedang berjuang, mencari. Berjuang menemukan obat untuk menyembuhkan lukanya. Berjuang mencari kedamaian untuk berdamai dengan fikirannya dan mulai menerima ini semua. Kesatria yang sempat singgah di kediamanku, tapi tidak untuk dia miliki. Bercerita sedikit tentang hidupnya, dan akupun belajar sedikit pelajaran tentang hidupnya. Cerita singkat yang indah di awalnya, namun sedikit pahit di akhirnya. Cerita yang membuatku berjanji untuk membuktikan padanya bahwa masih ada cinta yang nyata di dunia ini, sayangnya kau tak sudi.

Ini semua salahku. Salahku tak menyediakannya tempat yang indah dan nyaman. Salahku yang tak mau membiarkan waktu yang menjawab semua aliran deras egoku. Salahku yang selalu memberondongnya dengan tembakan-tembakan cemburu yang seharusnya belum pantas ditembakkan. Mengurungnya di kediamanku seolah dia akan memilikinya, padahal ini hanya persinggahannya saja. Cinta buta.

Kini aku harus kehilangan lagi jenis kesatria yang lain. Dia sudah pergi jauh sekarang, meninggalkan aku sendiri tanpa pesan, tanpa sebuah harap apalagi celah. Dia sudah membenciku sekarang, menganggapku gila. Jika kau baca laman ini, ketahuilah aku memang gila, gila karena membuktikan bahwa cinta ini nyata. Gila karena kau begitu indah bagai oasis padang pasir yang aku kira bisa menghilangkan dahagaku. Indah namun semu.

Aku keluar dari permainan ini, kembali pulang, kembali memijak tanah. Aku pulang tanpa dendam dengan segala kekalahan ini. Kalah dengan tidak membawa hatimu. Kalah karena tidak bisa membuktikan bahwa cinta ini nyata. Dan ketahuilah bahwa aku pernah berjuang untuk membuktikan cinta ini, cinta yang kau anggap gila. Aku sangat ingin kau tahu.

Sang waktu antarkan aku kembali pulang pada satu jalan yang membentang, janjikan aku agar aku tak tersesat. Ketika aku sampai di rumah akan ku simpan cinta ini di sebuah toples kaca dan akan kusiram dengan pasir agar menjadi kristal yang bisa kujumpai setiap waktu. Setiap ku lihat cinta yang sudah mengkristal itu akan ku katakan di depannya: Terima kasih untuk semuanya, perih ini, tawa ini, dan semua yang telah terlewati dalam waktu singkat ini.

Senin, 19 Agustus 2013

Adakah ini cinta?

Kutemukan lagi secercah petunjuk cinta pada adam ini. Adam yang tidak kuat sayapnya. Ada luka di sana. Luka yang pernah dibuat insan lain yang menusuk dan merasuk jiwanya. Luka yang belum sembuh. Menunggu untuk kembali bisa terbang bebas, walaupun kau masih sanggup terbang walau tak sebebas dulu. Cerita yang hampir mirip dengan kesatria abad 21-ku dulu. Tapi adam ini tidak terlena dalam sakitnya. Adam ini sedang berjuang. Entah Tuhan mengirimku ini untukmu. Entah Tuhan hanya ingin menjadikanku persinggahan untukku, tapi tidak untuk engkau miliki. Lagi-lagi waktu yang sanggup menjawabnya dan bertahta di atas segalanya.

Apakah ini cinta? Merasuk hingga perih ke dalam jantung. Menghembuskan asmanya di setiap hela nafas yang ku hirup. Terlintas dalam berbagai garis waktu dan dimensi. Berjelaga hingga dalam lelap. Ada di segala penjuru ruangku, bahkan di ujung pelupuk mataku ketika terbuka di pagi hari. Hiruk pikuk dalam fikirku. Ingin selalu di peluknya, sentuhan kulitnya.

Jika iya, izinkan aku memiliki cinta itu. Jangan hanya cahaya yang menyilaukan tapi tak bisa aku genggam. Berikan aku cinta itu bernama, pada satu cahaya purnama.

Senyum itu. Terkutuklah insan yang telah tega menyakiti sayapmu, hingga hanya tinggal getir senyum yang terlukis di wajahmu. Jika saja membunuh insan lain itu bukan hal yang dilarang dalam hukum hidup kita, pasti sudah ku bunuh insan itu. Rasakan pedihnya pedangku menusuk jantungnya. Rasakan perihnya tersayat seperti yang kau sayatkan di sayap adamku. Namun, tak akan ku balas itu dengan pedangku. Tugasku bukan seberani itu. Tugasku sekarang hanyalah menjaga adam yang sakit ini. Melindunginya, memberinya obat untuk luka dan perihnya. Membuktikan kalau aku benar-benar mencintainya, bukan hanya kata-kata pujangga. Sudah ku menangkan taruhan ini, denyut nadi ini setiap detiknya hanya namanya. Taruhan yang tak bisa kuingkari lagi hasilnya. Sudah cukup meradang. Kalau aku berani mengingkarinya entah seberapa radang lagi yang akan menghiasi ruang ini. Satu lagi, menunggu. Menunggu luka itu mengering dan lenyap sehingga kau bisa terbang kepadaku suatu hari nanti.

Izinkan aku yang hanya selangkah di bibir jurangmu, namun terasa jauh untuk masuk ke dalamnya. Entah bagaimana lagi caraku untuk membuat kau percaya bahwa ini bukan main-main. Cinta ini nyata. Dan lewat aku Tuhan membuktikan bahwa kau berharga. Bahwa kau berhak merasakan cinta yang baik. Baca hatiku, andai saja kau sudi, rasakan nadiku. Rasakan setiap nafas yang hanya ada asmamu di sana. Rasakan setiap gerak yang kulakukan hanya untuk kau. Genggam tanganku, isi sela jariku dan rasakan aliran api cinta yang berkobar ini hanya untukmu. Ya, untukmu saja.

“Dan kamu hanya perlu terima dan tak harus memahami, dan tak harus berfikir. Hanya perlu mengerti aku bernafas untukmu. Jadi tetaplah disini dan mulai menerimaku.” (Noah ft Momo Geisha –Cobalah Mengerti)

Senin, 12 Agustus 2013

Open eyes, Get real!

Akhirnya masih ada sedikit waktu untuk kembali membuka laman tercinta ini. Laman yang isinya sebagian cerita hidup saya, yang saya bagikan kepada siapapun yang dengan suka rela membacanya. Berisi berbagai rasa yang tak henti-hentinya silih berganti merasuki setiap langkah hidup saya.

Masih dalam momen lebaran, masih ada sedikit rasa rindu pada Ramadhan. Namun masih dengan suka cita menyambut kemenangan Idul Fitri. Kembali saya dengan pengalaman baru tentang cinta yang berbeda dari tahun sebelumnya. Bukan hanya kembali fitri, tetapi ada satu pelajaran berharga yang selalu saya dapatkan, dan tenang akan selalu saya bagi di laman ini. Selain sibuk mencari segepok uang untuk memenuhi semua ego materi saya, saya juga pernah sibuk mencari sesuatu yang belum saya temukan hingga sekarang. Cinta. Sangat feminin? Bodo amat. Sekecil apapun itu pasti kita butuh cinta. Setidaknya untuk membuat kita nyaman, aman. Walaupun saya gak munafik saya juga tidak bisa hidup tanpa seks dan uang.

 Langsung pada inti pelajaran saya. Kembali saya diperkenalkan oleh jenis adam yang baru saya temui sekarang. Dulu dalam kurun waktu 2 bulan ke belakang saya sangat memujanya. Tapi sekarang mungkin melihat fotonya saja sudah membuat isi perut saya sedikit bergejolak. Tipe adam yang seperti Dewa dalam film Clash of The Titans. Adam yang selalu mendamba pujaan orang-orang sekitarnya, tak bisa hidup tanpanya. Jika saya ingat obrolan semalam dengan teman-teman terbaik saya, secara penampilan sih adam yang satu ini seperti ingin mencapai puncak tertinggi tapi sayangnya agak sedikit gagal. Don’t be yourself intinya. Sedikit banyak obrolan itu membuka mata saya sekarang. Sudah cerita tentang seperti apa jenis adam yang satu ini. Tak baik membicarakannya.

 “Aku dan rumahku adalah persinggahan yang harus ia tempuh, tapi bukan untuk ia miliki.” (Guruji, Madre, Dewi Lestari) 
Satu kesalahan terbesar dalam waktu ini adalah saya memilihnya. Padahal ada sebuah pepatah bahwa hati ini bukan memilih tetapi dipilih. Saya dengan berani-beraninya memilihnya. Hal ini hanya membuat hati saya sakit yang tak berkesudahan. Tapi apa daya, saya yang memilih. Bahkan sakit itupun sangat saya nikmati selama ini. Itu dulu, ketika mata saya belum terbuka. Semakin saya fikirkan ada beberapa hal yang tidak bisa saya tuliskan di laman ini (cukup saya saja yang tahu) yang membuat saya harus kembali memijak tanah, berhenti berangan-angan. Tak akan ada hal bisa saya petik bila saya selalu memilihnya. Sehingga saya memutuskan untuk berhenti. Walaupun harus dengan sedikit perang panas di antara kita. Setidaknya bisa membuat kita masing-masing memeriksa kekurangan diri kita. Untung saja belum saya bagi laman ini untuknya. Laman tercinta yang saya bagi pada orang yang akan memasuki hidup saya, karena sebagian hidup saya ada di sini. Mungkin alam saja sudah memberi tanda bahwa adam itu bukan untuk saya. Saya cinta tanda alam, walau kadang tak terbaca oleh saya. Selanjutnya, biar alam dan waktu saja yang akan membawa hati saya kemana, ke perasaan yang mana. Biar alam dan waktu jualah yang akan menge-nol-kan lagi segala tentang kau.
“Bangun dari ilusi, keluar dari permainan, kembali memijak tanah.” (Madre, Dewi Lestari) 

“Lepaskan saya seperti saya melepaskan kamu. Hanya dengan begitu kamu nggak pernah kehilangan saya. Kamu gak pernah kehilangan apapun.” (Guruji, Madre, Dewi Lestari)
Untuk adamku, maaf bila kini kau tak lagi bertahta di hati ini. Pergilah, berlarilah sesuka hatimu kini. Saya sudah cukup sampai di sini memiliki kau. Ketahuilah bahwa dulu ada seseorang yang sangat mencintaimu dengan tulus namun harus mati karena berusaha membuktikan bahwa ada cinta yang nyata. Jika kau baca tulisan ini, ingat karma itu masih ada di dunia ini. Jangan salahkan saya jika karma itu memukul keras depan wajahmu. Bukan menakuti. Ini hukum alam. Get real!