Saya memilikinya saat dia berada dihadapan saya. Selebihnya saya tidak tahu dia milik siapa.
Salah saya yang berpendapat seperti itu karena saya terlalu curiga padanya?
Salahnya yang terlalu terbuka dengan orang lain?
Sebaliknya, saya disini selalu menjaga hati saya hanya untuk dirinya. Saya yang selalu bertahan, berjuang supaya rasa cinta itu tetap ada dihati saya. Saya berusaha supaya cinta itu tidak berubah menjadi lelah atau benci. Tapi saya hanyalah orang bisa. Hati saya sakit, selalu bertanya. Apakah masih ada rasa cinta dihatinya?
Disini saya selalu curahkan cinta saya cuma buat dia. Cuma buat satu orang. Saya selalu menjaga hati saya, semua demi dirinya.
Kapan dia bisa mengerti hal tersebut?
Sempat saya menganggap kalau saya ini hanya pemuas nafsunya, pemuas materinya.
Astaghfirullah, saya tidak berniat berfikir seperti itu.
Tapi kelakuannya yang mencerminkan itu semua. Dia memanggil saya ketika dia perlu sama saya, butuh saya. Setelah itu, saya tak dianggap olehnya. Hanya hiasan patung indah yang dia pelihara disudut ruangnya.
Apa salah saya yang sebenarnya?
Saya selalu tulus dalam mencintai seseorang. Tak pernah setengah hati. Tapi selalu saja disakiti, diselingkuhi.
Saya teringat pepatah, "kita bisa memiliki hatinya, cintanya, bahkan tubuhnya. tetapi kita tidak akan pernah bisa memiliki jalan hidupnya". Saya percaya pepatah tersebut dalam hal ini. Kalau jalan hidupnya memang untuk menyakiti dan memperalat saya. Saya bisa apa? Mungkin cuma pasrah saja. Menunggu sampai cinta ini runtuh dan sampai saya tak kuat lagi untuk bertahan.