Malam ini kuamati detik jarum jam dinding itu. Berkejaran ketiganya menuju puncaknya. Lingkarannya mengingatkanku pada satu rasa yang sekarang telah ada yang memiliki. Lingkaran itu yang mencerminkan rasa ini padanya yang tak akan ada cabangnya apalagi ujungnya. Bentuk sempurna, dimana juga tak ada celah untuk yang lain masuk menjadi bagian ceritanya. Memutar, mengelilingi hidup ini sekarang. Kembali kedetiknya, membuatku menghiitung sudah berapa detik aku menunggu kehadirannya. Sudah berapa ratus bahkan ribuan detik hati ini tak pernah berhenti merindukan sosoknya. Menantikan kabarnya.
Apa kabar pujanggaku disana? Yang selalu melantunkan nada-nada manis untukku. Yang hanya lantunan suaranyalah yang mampu meredakan nyeri rindu ini. Sedang apa disana pujanggaku? Diperaduan mahsyurmu pastinya. Hari yang kau lewati tanpa diriku. Apakah pernah aku terlintas dalam fikiranmu? Bagiku itu setiap saat, bahkan setiap nafas hanya asmamu yang kusebut bersama dengan nama Sang Pencipta. Hanya dua kali dua puluh empat jam kita bersama dalam sepekan, awalnya. Sekarang hanya satu kali dua puluh empat jam sepekan, bahkan tak jarang hanya dua belas jam. Bagiku itu tak cukup sayang. Bisakah mengerti ini? Pasti. Walau kau tak menyebutkannya. Bukan aku ingin protes, apalagi memberontak. Hanya ini mengeluh kalau obat nyeri ini berkurang satu kali dosisnya. Kapan aku bisa sembuh dari nyeri ini? Malam ini, nyeri itu kambuh lagi, dititik puncak nirwana rasanya. Membuncah seperti letusan gunung berapi. Lavanya membasahi pipi, lavanya memanaskan mata. Hanya kau, obat itu. Penawar racun nyeri ini.
Terlepas dari nyeri itu, aku mengerti kasih. Kau jauh untuk mengejar mimpimu. Bukan untuk mencari pemenang hatimu yang lain. Merangkai hidup indah untuk kita. membawa aku masuk menjadi salah satu tujuan hidupmu saat ini. Tak ada yang bisa kulakukan selain menemanimu selalu dalam perjalanan meraih puncak tertinggi itu, itupun jika nanti kau masih mau. Aku percaya sayang, kamu memang tak ingin menyakitiku. Bukan hanya kata biasa yang keluar dari bibirmu, tapi kata yang memang keluar dari tekadmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar