Waktu yang membelenggu membawa aku dalam rindu yang candu. Candu yang mematikanku, menjadikanku debu. Seperti api yang menggebu-gebu menunggu untuk kau aku.
Rindu ini mencekam. Membuatku tertekam didekapannya. Barisan kata itu yang kau rekam, yang kini kau bekam untukku. Membuatku mendekam dalam sekam yang kelam.
Wahai waktu ingin sekali kurengkuh dirimu. Bersama waktu yang walau hanya dengan beberapa menit saja bisa menemani rindu ini. Berada dalam satu dimensi waktu yang sama, dengan detik dan menit yang selalu berkejaran membentuk notasi waktu. Waktu sampaikanlah bahwa rindu ini memang miliknya seorang, miliknya semata, dan tunggal untuk segala nyeri yang bersamaan dalam rindu ini. Hanya kau waktu yang harus kumenangkan agar kubisa mendekap dirinya, sesuatu yang kurindukan itu. Waktu mengapa kau indah menari-nari disana, mendekapnya dan menjadi dewa untuknya. Mengapa kau tak menjadi dewaku untuk sejenak. Peluk aku waktu. Biarkan kau menari-nari disini, berpihak padaku. Sejenak saja aku jadi hambamu. Hamba yang haus akan pengobat rindu itu. Ini bukan perkara hidup atau mati. Perkara rindu yang sudah tak tahu lagi bagaimana cara mendekapnya hangat. Menuntunnya pulang kepangkuan kediaman hangatnya. Berhenti mencari-cari, mencaci maki. Entah dengan bantuan apalagi rindu ini bisa jinak. Lagi-lagi waktulah yang harus berpihak padaku. Menjadi pawang untuk rindu ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar