Selasa, 03 April 2012

Filosofi Masker

Cerita ini bermula ketika saya kehilangan masker yang biasa saya gunakan untuk mengendarai motor. Menutup hidung dan mulut dari berbagai macam radikal bebas yang siap menerjang dijalanan. Namun tak lama kemarin masker itu raib, hilang, lenyap. Dan singkat cerita, ketika saya service motor untuk memeriksa bagaimana kondisi motor saya dibengkel. Tanpa saya kira saya mendapatkan sebuah masker hasil hadiah dari pembayaran jasa service yang saya bayarkan disana.

Seperti penggalan cerita diatas, dalam hidup ini memang sesuatunya ada yang datang dan ada yang pergi. Hampir seluruh elemen hidup ini juga kadang harus dikecap dengan rasa ikhlas. Begitu juga dengan kisah cinta yang akan saya bagikan digaris waktu yang saya punya ini. Saya kehilangan seseorang yang pernah mengisi hati saya kemarin. Sebenarnya bukan kehilangan dirinya, tetapi kehilangan cintanya. Kasih sayangnya untuk saya. Membuat saya pada saat itu terperangkap dalam kesedihan cinta. Saya menjadi lemah, bahkan untuk berdiri saja terasa nyeri diberbagai persendian saya. Sekelebat sempat saya berfikir bahwa matilah jalan satu-satunya untuk bisa menuntaskan perasaan yang mengganjal ini. Saya memang rapuh. Dan disakiti dengan berbagai macam metode sebenarnya sudah menjadi bagian dari cerita saya. Membuat saya kemarin berminggu-minggu tertahan dalam daya tarik gravitasinya. Saya munafik kalau mengira saya bisa bertahan tanpa balasan yang pasti darinya. Itu hanya terjadi di dunia dongeng sepertinya, yang biasa disebut orang cinta sejati. Kalau ada pepatah yang bilang cinta tidak harus memiliki sesungguhnya itu adalah pepatah orang tolol. Pada hakikatnya disetiap cinta ada ego dan keinginan untuk saling memiliki. Kemudian setelah saya berfikir. Saya sendiri yang harus memutuskan kemana hati saya akan melangkah. Dan akhirnya saya putuskan untuk pergi dari jerat gravitasinya.

Tuhan memberikan jalan lain untuk saya. Bertemu dengan cinta baru yang siap saya kisahkan mengarungi garis waktu ini. Semua cerminan pikiran saya, obsesi saya tentang sesuatu yang ideal itu ada pada dirinya. Terdengar feminis memang, saya menginginkan seseorang yang bisa menjadi imam saya menjadi yang lebih baik. Mengajarkan saya banyak tentang agama, mulai dari hal terkecilnya. Tertarik pada sebuah mahkota karisma yang membuat saya hangat berada disampingnya. Membuat saya menjadi utuh kembali. Saya berani lagi untuk menantang matahari. Menjadikannya alasan untuk saya bisa berbuat lebih baik dibangku kuliah. Ingin memberikan sesuatu yang membuatnya bangga selain untuk kedua orang tua saya.
Banyak yang bilang hati saya ini bajingan, saya tak peduli. Kenyataannya hati saya yang memilih. Bukan mulut, apalagi mata ini. Terlalu cepat untuk menerima cinta yang baru. Tapi itulah istimewanya cinta, bisa datang walaupun tanpa diminta begitu juga sebaliknya. Pergi sesuka hatinya.
Seprti filosofi masker. Semua yang ada dalam hidup ini, datang dan pergi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar