Rabu, 22 Januari 2014

Kawan

Hai kawan, sepertinya rundungan awan kelabu tak menyurutkan sedikit pun senyum di bibirmu. Hujan rintik yang syahdu pun tak mampu meluluhkan semarak di hatimu. Bahkan jingga itu tetap menyala meski kenyataan memaksanya untuk menjadi padam. Masih aku ingat tawa renyahmu ketika kau menyambutku di daun pintu rumahmu.

Kau memang memberikan pelajaran tentang seorang anak pada orang tua, terutama ayah. Kau balas air tuba dulu itu dengan air susu. Kasih sayang yang tak terhingga untuk ayah tercintamu membelalakkan mata bahwa pada zaman ini malaikat dengan sayap dan tangan suci mungilnya itu masih ada. Kau hadirkan selalu tawa canda untuknya. Menemani setia pada setiap pintanya.

Kawan, kau bukan hanya pelita untuknya. Kau juga menjadi nafas yang ia hirup kini. Bahkan kau juga kakinya. Menjadi yang kuat untuk menopang semua bebannya. Kau ini perempuan, tapi hatimu sekuat baja. Aku saja yang laki-laki tak mampu untuk itu. Aku selalu mengagumi senyum yang kau tarik pada setiap ujung bibirmu yang membuat orang di luar tak menyadari lukamu. Ayahmu harus bangga punya anak sepertimu.

Kawan, teruslah tersenyum. Jadilah yang terkuat untuk ayahmu. Hanya kobaran semangat yang ada dalam ragamu yang mampu membuatnya bertahan, atau bahkan membuatnya lebih baik dari sekarang. Aku yakin itu. Cintamu untuknya yang seakan menguatkan sendi, urat, otot, dan nadi dan berusaha tetap berkerja untuk hidup. Jika kau lelah nanti, ada kami disini teman-temanmu yang akan menjadi kuat untukmu.

Untuk Novia Rakha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar