Rabu, 04 Juli 2012

Rindu part 3

Sore ini bersama kelabunya awan yang akan tergantikan malam, dengan angin laut yang akan setia mendampingi kemarau musim ini. Rindu ini meradang kembali. Bukan meradang lagi malahan, mengiritasi. Menjadi luka bernanah dan borok. Menjadikannya jeritan malam yang panjang, seperti jalang menyerukan tuannya. Saya sangat rindu rupawan saya. Saya ingin sekali melihat wjah rupawan itu yang kini membuat mata saya buta dan tak bisa menilai rupawan lainnya. Rindu ini memberontak bagaikan rakyat dibelenggu feodalisme. Ingin merdeka. Menyerukan apa yang memang seharusnya diserukan. Hingga akhirnya mengantarkan rindu yang mengiritasi itu manjadi sebuah latar belakang terjadinya perang antara saya dengan rupawan saya. Ketidaktahuan saya tentang rupawan saya, sebuah cerita yang tak terungkapkan. Sebuah kisah yang tak tersampaikan tapi ingin untuk dipahami. Dimana kesalahpahaman yang menjadi medan peperangan. Ego akan keinginan untuk dimengerti yang menjadi panglima dalam perang ini. Dan ego itu pula yang menjadi raja yang harus dilindungi keselamatannya. Perang ini takkan usai kalau memang kita tak mau mengerti satu sama lain. Hanya dengan mengalah mungkin bisa meredam peperangan ini. Seperti pada hakikatnya, perang hanya menghasilkan derita semata. Derita yang menimpa saya dan rupawan saya. Rindu ini yang memang sampai kapanpun tak akan pernah bisa terobati. Hanya dapat mengiritasi dan meluka. Hanya dapat terobati ketika rasa itu mungkin mati nanti. Dan kisah yang tak tersampaikan darinya yang sampai detik ini saya juga tak tahu apa isinya. Hanya bisa menunggu dimana hari itu datang. Hari dimana sebuah perjanjian akan diikatkan dalam kalbu, tentang biduk ini. Perjanjian yang akan mengajarkan untuk lebih baik atau untuk ikhlas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar