Minggu, 12 Agustus 2012

Gulita

Gulita kini ada dihadap mataku. Tak kulihat setitikpun bayangmu disana. Kau kini semakin mengabu saja sayang. Rupawanku kini tak lagi rupawan, seperti sisa remah waktu ini. Waktu yang pernah kuutarakan sebagai waktu yang membelenggu untuk merasakan rindu yang candu. Waktu yang pernah kau banjiri hati ini dengan iming-iming masa depan yang menggoda. Waktu yang kau pernah janjikan untukku untuk kita habiskan berdua yang kini telah kau habiskan sendiri. Waktu yang kini kusaksikan dengan sebuah tugas baru. Melupakan mimpi menggoda itu dan mengebalkan hati ini tentang rasa sakit itu. Aku tahu kau mencintaiku sayang, tapi aku tak bisa merasakannya. Apalagi melihatnya. Tapi apa tak tabu untukmu untuk melihat orang yang kau sayangi mengais sisa-sisa debu jalang tuan-tuannya? Setiap malam hanya kehangatan itu yang kutuju. Bersama rupawan lain yang tak ku ketahui siapa gerangannya, seluk beluknya. Hanya untuk malam menghisap seluruh libido ini kemudian pergi kejalang yang lain.

Entah rasa apa yang sekarang masih tersisa untukmu. Bahkan kehilangan berita-berita darimupun aku kini terbiasa. Ingin sekali rasanya ku berlari. Mati. Kemudian hidup lagi tanpa sedikitpun sisa ingatan tentangmu. Berharap kalau pertemuan itu tak pernah terjadi. Berharap bulan-bulan kemarin itu bukan kuhabiskan bersamamu. Rasa ini terkikis ombak waktu yang setiap hempasannya kau hempaskan menabrak karangku. Menjadikannya semakin kokoh dan berkerak untuk merasakan riakmu. Seperti singa dalam kandang. Kuat namun lemah dibalik jeruji besi yang menahan setiap ruang geraknya. Tertarik kuat pada sebuah gravitasi pada pawangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar