Minggu, 23 September 2012

Perahu Kertas untuk Neptunusku (2)

Neptunus,
Hari ini aku berulang tahun. Tepatnya usiaku telah menginjak angka 20 tahun-perlu 5 tahun lagi untuk mengitari rotasimu genap seperempat abad. Maaf kalau aku belum sempat mengirim perahu kertas kepadamu. Kertasku rasanya tak cukup untuk mengutarakan segala rasa yang aku rasakan dihari jadiku ini. Banyak perasaan yang harus aku bagi padamu, tak cukup memori hati kecilku untuk menampung ini semua. Terasa tumpah ruah dipinggirannya untuk menunggu meluap. Perasaan baik yang sudah meluap keluar dan muncul didunia ini ataupun perasaan yang aku pendam sendiri. Yang kupenjara dalam pulau kecil dihati kecilku sendiri.

Neptunus, aku bahagia. Aku punya keluarga yang sangat sayang padaku dan akupun berjanji tak akan mengecewakannya. Terlalu besar pengharapannya padaku. Kakakku yang tak pernah lelah memberi kejutan dihari ulang tahunku, walaupun aku sudah tau cara klasik yang selalu dipakainya. Sehingga buatku bukan suatu hal yang mengejutkan lagi. Dan kali ini kejutan itu bukan tentang kue kecil dengan tarian api lilin-lilin kecil diatasnya. Diganti dengan martabak telur spesial yang dihiasi satu lilin kecil yang menari tegar diatasnya. Setegar fisikku sekarang, namun jangan tanya hatiku. Walaupun semua itu diganti, bukan dengan kue yang beramaikan tarian lilin enerjik diatasnya. Semangatnya untuk membuatku bahagia dihari jadiku tak berkurang sedikitpun. Terima kasih keluarga kecilku. Kalian adalah harta yang sampai kapanpun tak akan bisa hilang atau lenyap sekalipun nantinya kita ada didunia yang berbeda. Sekaligus menjadi rumahku kembali setelah berkali-kali aku berubah seperti bunglon. Tempatku kembali tanpa paradigma dan dogma yang harus dipatuhi. Tanpa beban dan kewajiban untuk menyenangkan satu sama lain. Yang menjadikan segalanya kebalikannya, yaitu suatu kebutuhan.

Neptunus, kadang aku berfikir ingin menjadi bayi. Datang dengan tangis bahagianya yang membahana. Tanpa beban sedikitpun. Lepas. Atau menjadi anak-anak yang tugasnya hanya bermain, tertawa, dan belajar. Tak pernah dituntut untuk dewasa. Dewasa sesuai dengan garis waktunya nanti. Tanpa perlu mengenal cinta yang busuk, ataupun pahit getirnya kehidupan yang sesungguhnya. Hanya perlu berlarian dan tertawa terbahak. Tak perlu bercerita tentang cerita-cerita busuk yang menjengkelkan atau bahkan meneteskan air mata. Hanya perlu bercerita tentang masa depan yang indah dengan cita-cita yang setinggi langit. Mendengar cerita-cerita dongeng yang ketika dewasa nantinya akan tahu kalau cerita itu memang hanya akan ada didongeng. Tidak dipaksa untuk berfikir realistis. Menjalankan fikiran bukan dasar dari hati yang mau. Tidak dituntut untuk menjadi dewasa. Sudahlah, tak baik juga memutar dan bermimpi dengan masa lalu. Semuanya memang sudah fasenya, setiap orang pernah mengalami itu. Dan sekarang tugasku sudah sampai ditahap ini.

Neptunus, aku rindu kesatriaku. Mimpi kita dulu pernah ingin merayakan hari jadi ini sekaligus dengan hari jadinya yang berbeda delapan hari dan tiga hari untuk hari jadi kita berdua. Ah, itu masa lalu. Masih ingatkah dia dengan mimpi itu? Jika saja kesatriaku sudi untuk membuka laman ini. Mimpi-mimpi itu masih terjaga bersama aku yang hidup dalam kematian ini. Mimpi itu masih aman didalam menara yang kuat ini. Bahkan cinta ini masih kuat mengalir dalam sel-sel dan urat-urat hati kecilku yang rapuh ini. Masih menjadi butiran utuh didalam bentuk hatiku yang mungkin sudah menjadi remah. Aku masih disini kesatria. Walaupun kau telah melintasi ribuan bahkan jutaan jarak untuk meninggalkanku, tetapi aku masih berada ditempatku. Tak ingin aku merubah dimensi bahkan ruangku. Berjelaga untukmu. Menjaga sesekali waktu kau ingin datang mengunjungi menaraku.

Selamat ulang tahun untukku. Selamat ulang tahun kesatriaku didelapan hari yang lalu. Aku harap kita bisa merayakannya dikehidupan yang lain. Memang bukan bumi ini tempat untuk cinta kita. Khususnya cintaku padamu.

Perahu Kertas untuk Neptunusku (1)

Neptunus,
Aku sudah dua kali mengirimkan perahu kertasku padamu. Sudahkah kau baca isinya? Aku merindukannya, Neptunus. Mengapa mencintainya sesakit ini. Seperti racun jingga dalam cakrawala kemerahan yang membakar setiap nafas yang kuhembuskan. Tapi tak membuatku mengabu ataupun mengarang. Bagaimana cara membuka matanya bahwa akulah masa depannya, bukan tentang nostalgia gila itu, apalagi ketakutan akan jurang kesakitan itu. Keduanya hanya fase hidup, oase kehidupan yang harus kita lewati dengan bijak. Disetiap ku membuka lamannya membuatku semakin yakin dia memang pernah mencintaiku. Tapi raganya tak bersamaku. Apalagi hatinya. Kesatria, apakah kau rasakan yang aku rasakan kini?

Kesatriaku kini lebih mencintai bayangan semunya. Yang dia yakini itu nyata. Nyata bagaikan makhluk astral yang bahkan kau sentuh wujudnya saja kau tak mampu. Sementara aku, yang bisa kau ajak bicara, berbagi, kau sentuh, bahkan kau peluk.

Kesatriaku kini sedang terbuai dengan nostalgia indah yang menghujam jantungnya. Setelah terbuai dengan istana yang pernah kita buat yang kini telah menjadi menara tua yang berdiri tegak dalam kematian, tetapi tak lupa cara hidup dan bertahan.

Kesatriaku kini sedang menari indah bersama pacuan kudanya mencari sosok putri yang hilang itu. Menari melihat semua keindahan dunia yang terasa hambar. Bersama hati yang tak pernah utuh bersama langkah kecil ragu nan malu yang dulu pernah pertama kali menyambangi menara tua ini dan menjadikannya istana megah. Kesatriaku ini sedang sibuk mendustai hatinya. Memakai topeng untuk membuatku pergi dan melepaskannya. Sibuk dalam kehidupan hampanya. Sibuk mencari jawaban atas pertanyaan yang sampai kini belum terjawab. sibuk mengatakan tidak bahwa sesungguhnya inilah jawaban yang sedang ia cari selama ini.

Kesatria, aku takkan pernah berpaling pergi. Semua kesakitan yang kau buat untukku justru semakin membuatku kuat untuk tetap menunggu kau kembali kemenara ini dan mengubahnya menjadi istana kembali.

Neptunus, sampaikan salamku untuknya. Sampaikan bersama riak ombakmu yang riuh, seriuh rindu ini meronta kepadanya. Sampaikan bersama makhluk lautmu bawakan cintaku untuknya yang mungkin akan melelahkan makhluk-makhluk lautmu. Sampaikan bersama perahu kertasku, layarkan kenangan dan mimpi kita kedalam dermaga hatinya. Yakinkan padanya bahwa mimpi itu akan tetap berlayar tanpa bayangan busuknya itu.

Neptunus, aku masih mencintainya. Dan malam ini aku merindukannya.

Rabu, 19 September 2012

Kesatria part 2

“You always be mine”
“You’re amazing”
*berbagai variasi emotikon titik dua bintang ataupun kurung kurawa dan kurung biasa

Setidaknya itu sepenggal kata-kata yang kau pernah utarakan setiap satu per seribu detik setiap harinya. Kau ucapkan itu ketika kau masih mengagungkan kerajaan yang kita bangun bersama atas nama mimpi dan Dewi Lestari. Kisah kesatria kali ini tak sebahagia itu. Kini berbanding terbalik. Kisah ini bukan tentang kesatria yang sedang jatuh cinta lagi. Kisah ini tentang kesatria yang kini harus melanjutkan perjalanannya. Menemukan kembali putri lain yang harus ia selamatkan dalam tidur panjang tak berkesudahan yang menyakitkan itu. Ternyata bukan singgasanakulah yang mampu membuatnya bertahta. Akhirnya kau merasakan kerapuhan dalam istana megah kita. Terjebak dalam satu tanda tanya besar yang akhirnya memaksamu untuk memacu lagi kudamu untuk mencari jawaban dan titik akhir atas tanda tanya tersebut. Meninggalkan aku yang harus kembali lagi dalam kematian panjang. Mematikanku, walau kau sempat menghidupkanku dengan mimpi dan istana megah itu. Sekarang yang ada hanyalah menara berlumut yang mengurungku kedalam gravitasinya. Kuhabiskan hari dengan menatap perahu kertas kita yang kini melayang bagai arwah, mimpi kita, Dimas dan Reuben yang hendak menjadi nyata, proyek-proyek gila, tawa malam. Semuanya kini menjadi abu dan kekal dalam buku saja.

Kita pernah ada diposisi yang sama, namun kini aku bisa mendapatkan jawabannya. Tanpa perlu mencari. Sementara kau masih dalam kurungan tanda tanya yang masih menghantui dirimu. Aku tahu bagaimana rasanya. Sehingga kau harus mencari lagi jawabannya. Dan menjadikanku hanya sebagai persinggahan sementaramu untuk melepas lelah. Setelah kepergianmu membuatku kini harus memilih menjadi Agen Neptunus sesungguhnya. Tugasku sekarang menuliskan apa yang aku rasakan untuk kusampaikan pada Neptunus dengan bentuk perahu kertas. Kualirkan dimana terdapat aliran air, yang aku yakini kalau nantinya semua aliran itu akan berakhir dilautan dan semoga sampai kepadamu, Neptunus.

Kesatriaku, selamat jalan. Paculah kudamu sampai kau temukan titik itu. Titik atas akhir dari semua jawaban tanda tanyamu. Titik atas akhir belenggu nostalgiamu atas putri yang meninggalkanmu tanpa surat itu. Yang wajahnya masih berseri didepan mata fikiranmu. Selamat menikmati titik gravitasi yang menarikmu kembali kedalam jurangnya. Perjuanganmu untukku memang cukup sampai disini. Kontrakmu untuk ada di istanaku memang sampai disini.

Kesatriaku, menaraku akan selalu terbuka untukmu. Dan ketika kau lelah dan ingin kembali. Kembalilah. Aku akan tetap ada didalam menara ini untuk menunggumu sekuat yang aku mampu dalam matiku. Kehilanganmu memang sudah jalanku, entah sekarang ataupun nanti rasanya akan sama saja. Perih. Ini hanya masalah waktu.