Senin, 12 Agustus 2013

Open eyes, Get real!

Akhirnya masih ada sedikit waktu untuk kembali membuka laman tercinta ini. Laman yang isinya sebagian cerita hidup saya, yang saya bagikan kepada siapapun yang dengan suka rela membacanya. Berisi berbagai rasa yang tak henti-hentinya silih berganti merasuki setiap langkah hidup saya.

Masih dalam momen lebaran, masih ada sedikit rasa rindu pada Ramadhan. Namun masih dengan suka cita menyambut kemenangan Idul Fitri. Kembali saya dengan pengalaman baru tentang cinta yang berbeda dari tahun sebelumnya. Bukan hanya kembali fitri, tetapi ada satu pelajaran berharga yang selalu saya dapatkan, dan tenang akan selalu saya bagi di laman ini. Selain sibuk mencari segepok uang untuk memenuhi semua ego materi saya, saya juga pernah sibuk mencari sesuatu yang belum saya temukan hingga sekarang. Cinta. Sangat feminin? Bodo amat. Sekecil apapun itu pasti kita butuh cinta. Setidaknya untuk membuat kita nyaman, aman. Walaupun saya gak munafik saya juga tidak bisa hidup tanpa seks dan uang.

 Langsung pada inti pelajaran saya. Kembali saya diperkenalkan oleh jenis adam yang baru saya temui sekarang. Dulu dalam kurun waktu 2 bulan ke belakang saya sangat memujanya. Tapi sekarang mungkin melihat fotonya saja sudah membuat isi perut saya sedikit bergejolak. Tipe adam yang seperti Dewa dalam film Clash of The Titans. Adam yang selalu mendamba pujaan orang-orang sekitarnya, tak bisa hidup tanpanya. Jika saya ingat obrolan semalam dengan teman-teman terbaik saya, secara penampilan sih adam yang satu ini seperti ingin mencapai puncak tertinggi tapi sayangnya agak sedikit gagal. Don’t be yourself intinya. Sedikit banyak obrolan itu membuka mata saya sekarang. Sudah cerita tentang seperti apa jenis adam yang satu ini. Tak baik membicarakannya.

 “Aku dan rumahku adalah persinggahan yang harus ia tempuh, tapi bukan untuk ia miliki.” (Guruji, Madre, Dewi Lestari) 
Satu kesalahan terbesar dalam waktu ini adalah saya memilihnya. Padahal ada sebuah pepatah bahwa hati ini bukan memilih tetapi dipilih. Saya dengan berani-beraninya memilihnya. Hal ini hanya membuat hati saya sakit yang tak berkesudahan. Tapi apa daya, saya yang memilih. Bahkan sakit itupun sangat saya nikmati selama ini. Itu dulu, ketika mata saya belum terbuka. Semakin saya fikirkan ada beberapa hal yang tidak bisa saya tuliskan di laman ini (cukup saya saja yang tahu) yang membuat saya harus kembali memijak tanah, berhenti berangan-angan. Tak akan ada hal bisa saya petik bila saya selalu memilihnya. Sehingga saya memutuskan untuk berhenti. Walaupun harus dengan sedikit perang panas di antara kita. Setidaknya bisa membuat kita masing-masing memeriksa kekurangan diri kita. Untung saja belum saya bagi laman ini untuknya. Laman tercinta yang saya bagi pada orang yang akan memasuki hidup saya, karena sebagian hidup saya ada di sini. Mungkin alam saja sudah memberi tanda bahwa adam itu bukan untuk saya. Saya cinta tanda alam, walau kadang tak terbaca oleh saya. Selanjutnya, biar alam dan waktu saja yang akan membawa hati saya kemana, ke perasaan yang mana. Biar alam dan waktu jualah yang akan menge-nol-kan lagi segala tentang kau.
“Bangun dari ilusi, keluar dari permainan, kembali memijak tanah.” (Madre, Dewi Lestari) 

“Lepaskan saya seperti saya melepaskan kamu. Hanya dengan begitu kamu nggak pernah kehilangan saya. Kamu gak pernah kehilangan apapun.” (Guruji, Madre, Dewi Lestari)
Untuk adamku, maaf bila kini kau tak lagi bertahta di hati ini. Pergilah, berlarilah sesuka hatimu kini. Saya sudah cukup sampai di sini memiliki kau. Ketahuilah bahwa dulu ada seseorang yang sangat mencintaimu dengan tulus namun harus mati karena berusaha membuktikan bahwa ada cinta yang nyata. Jika kau baca tulisan ini, ingat karma itu masih ada di dunia ini. Jangan salahkan saya jika karma itu memukul keras depan wajahmu. Bukan menakuti. Ini hukum alam. Get real!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar