Jumat, 24 Juni 2011

Elegi

Entah apa yang saya rasakan hari ini sepertinya tak seperti biasanya. Semua kejadian hari ini sepertinya merupakan bagian transisi hidup saya kearah yang lebih baik. Kejadian-kejadian yang sempat mengusik memori yang seharusnya saya pendam dalam-dalam dan tak boleh sedikitpun terusik diperaduannya. Namun pemeran memori tersebut hadir didepan mata saya, tak tahu apa yang harus saya lakukan. Kaku dan kelu. Seakan otak dan raga ini tak mampu menjelaskan artinya. Seakan kekuatan saya hilang, jangankan untuk berteriak, berkata haluspun saya gagu. Gagu dalam bahasa tubuh maupun dalam bahasa oral. Selain itu ada yang benar-benar mengusik hidup saya, kenangan itu. Ya, kenangan itu. Kenangan yang pernah saya lakukan atas nama cinta. Semua yang pernah saya lakukan walau harus menerjang dinginnya malam, terkurasnya materi, bahkan harga diri saya juga akan saya pertaruhkan untuk kenangan itu. Memang ketika akal dihadapkan pada suatu keadaan yang disebut CINTA. Semua takkan pernah bisa berguna dan akan tergeletak dengan mudahnya.

Sedih, bingung. Setidaknya itulah yang harus saya dendangkan disamping kenangan dahulu yang sedang diputar kembali. Ketika saya mendengar wacana yang sangat mencengangkan. Berasal dari pihak yang terpercaya. Menyatakan bahwa kehidupan seseorang atau bahkan suatu keluarga akan berubah setelah apa yang telah mereka lakukan bersama hingga seperti sekarang. Apakah semua ini harus diulang kembali dari nol? Hanya doa yang dapat menguatkannya dan hanya doalah yang mampu menopangnya agar tidak roboh ditubuh renta dan dihari senjanya. Apapun yang terjadi kau tidak boleh sama dengan mereka. Yang mencari setitik kebenaran dijalan. Yang hanya mengandalkan keringat didahi mereka untuk melanjutkan esok. Kau harus tetap dikasurmu yang nyaman dan hangat dengan secangkir kopi atau teh yang tersedia hangat disamping ranjangmu. Saya bahkan akan berjanji kalau jalanan itu haram untukmu. Walaupun harus saya yang berpacu dijalanan.

Berfikir, termenung. Apa yang telah saya lakukan tadi? Terlihat seperti binatang jalang? Tentu tidak, saya bukan binatang jalang yang mencari recehan dari kantong puan-puannya untuknya membeli sepotong roti dan segelas minuman untuk malamnya. Saya hanya seseorang yang mencari jawaban atas pertanyaan besar ini. Saya seorang mencari makna cinta yang sesungguhnya itu berada. Bahwasannya banyak teori mengatakan bahwa cinta sejati itu hanya cinta induk kepada buah hatinya, baik itu manusia atau hewan sekalipun. Tuhan menciptakan banyak cinta, dan saya yakin bahwa cinta itu bukan hanya satu. Cinta itu ada dimana-mana walaupun harus dengan kadar yang berbeda. Malam ini saya belajar satu hal, tak semua rupa sempurna itu memberikan keteduhan apalagi cinta. Rupa sempurna sekarang justru membiaskan pantulan yang sangat berbanding terbalik seperti cermin limaran yang mengatakan kalau buruk rupa adalah perempuan tercantik dimasanya. Walaupun saya mengerti setiap perbuatan kita akan ada balasannya. Namun rasanya saya tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

Kalau saja saya bisa mengintip naskah Tuhan yang sudah dituliskan untuk saya. Setidaknya saya mengerti semua ini, atau bila lebih saya bisa mengetahui arah dari jalan cerita ini. Jalan cerita ini akan menuju satu yang berbentuk apa? Abstrak untuk saya sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar