Sabtu, 03 September 2011

Ramadhan dan Idul Fitri 1432 H, Petukangan Selatan 2011

Ramadhan dan Idul Fitri ditempat ini kali ini memang sangat berbeda. Tak seperti Ramadhan dan Idul Fitri sebelumnya di Bendungan Hilir, 2010. Walaupun seringkali saya rayakan dengan tiga orang manusia terbaik saya. Banyak cerita yang harus diceritakan disini sehingga dapat saya jelaskan perbedaannya. Namun hati dan jemari ini terasa malas untuk merangkaikan kata-kata sehingga lebih mudah dipahami. Banyak pengalaman dan cerita pahit maupun manis yang saya kecap. Mulai dari saya meninggalkan semua organisasi yang saya ikuti untuk bekerja disuatu perusahaan ternama di Jakarta untuk sedikit membantu keuangan orang tua saya dan mewujudkan segelintir mimpi saya. Yang mungkin apabila saya jelaskan mimpi saya disini hanya sebuah mimpi yang sangat tak berarti namun sangat berharga untuk hidup saya. Karena mimpi itu yang yang membuat saya berani mengambil keputusan untuk meninggalkan organisasi yang saya ikuti pada liburan kali ini. Walaupun ada kemirisan yang terpancar dimata saya ketika melihat jejaring sosial teman-teman saya yang mengikuti organisasi tersebut. Semangat mereka, nafas mereka, dan atmosfer aura mereka yang saya rasakan lewat barisan tulisan mereka. Lewat cerita pengalaman kerja saya diperusahaan tersebut. Saya mendapat begitu banyak pelajaran yang bukan hanya bagaimana melayani berbagai karakter pelanggan yang hilir mudik membuang uang mereka. Saya mendapat pelajaran tentang kerjasama, kasih sayang, teman. Saya menemukan seseorang yang bisa menjadi penambah semangat saya ketika perasaan saya mulai jenuh terhadap rutinitas yang ada. Bukan hanya tentang lelah lalu terbayar. Banyak cerita dan kisah yang sangat membekas dihati saya. Yang pabila saya lihat buku kecil biru catatan saya seperti ada yang mengganjal diujung pernafasan saya. Begitu banyak cerita dalam buku itu. Dan buku itu jugalah saksi bisu perjalanan Ramadhan saya kali ini.

Kemudian mulai dari cerita Ramadhan yang tak biasa dan sangat berbeda ditempat terdahulu. Yang sangat kental dengan semangat Ramadhannya. Yang sangat bergemuruh ketika adzan dan sahur dipagi hari. Lewat langit malam takbir yang menggema begitu syahdu ditelinga. Dengan lantangnya satu masjid dengan masjid yang lain mengumandangkan takbir dan ingin menjadi yang terdepan pada malam itu. Namun, tak itu saja yang saya rasakan pada malam takbir itu. Saya harus mengejar uang saya yang telah hilang ditangan orang yang tak bertanggung jawab. Walaupun dalam pedih saya akui hal itu juga yang menambah syahdu malam takbir itu. Dengan sepinya jalan, dinginnya angin malam dan ramainya pasar tumpah yang membuat kaki sedikit pegal dalam mengayuh sepeda motor yang harus merangkak diluasnya kota Jakarta.

Sampailah pada satu inti yang paling besar dan dominan yang membuat perbedaan itu sangat jelas terlihat. Iming-iming gaji yang akan saya gunakan untuk mewujudkan mimpi kecil saya dan sedikit membantu beban mereka. Kini telah sirna. Uang tersebut telah jatuh ketangan orang yang tak bertanggung jawab. Sampai detik ini, ketika tulisan ini ditulispun saya masih berharap uang itu kembali. Teringat bagaimana saya mendapatkannya, bagaimana waktu saya yang terlewati dengan berbagai makna dan cerita didalamnya. Airmata inipun rasanya sudah tak pantas lagi mengalir. Sudah sulit rasanya saya mengeluarkan airmata ini. Yang saya butuhkan sekarang hanya teman. Betapa berasanya saya ketika kakak saya harus berangkat kerja, seperti semua memori kebodohan dan kesedihan itu terputar kembali menghiasi pikiran saya. Entah sampai kapan ini akan terus terulang dalam hidup saya. Saya belum ikhlas, begitu juga kedua orang tua saya. Saya butuh teman dan keluarga saya. Setidaknya itu harta saya yang tersisa sekarang. Untungnya keluarga dan teman tidak mudah untuk dicuri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar