Selasa, 16 Agustus 2016

Canda

“Koh, minta angpaonya dong? Kan hari ini hari imlek”, seruku dengan nada antusias. “Kewajiban ngasih angpao itu cuma buat yang udah nikah aja. Aku kan masih single.” ,jawabnya dengan santai. “Trus gimana dong?”, tanyaku merajuk. “Ya udah tunggu aja aku kalau udah nikah. Hehe.” Hening

Malam ini yang masih dihiasi dengan rinai hujan sisa derasnya menjelang adzan maghrib tadi. Sebuah latar syahdu dimana kau menyajikan semua canda yang gembira, setidaknya untukmu. Candamu perih disini, membuatku kelu di ulu hati, tercekat seperti ingin mati.

Ada satu hal yang tak akan kau mengerti sampai kapanpun, tentang aku dan tentang perasaan ini. Sama halnya seperti ungkapan untuk mencintaimu sekadarnya. Semua tidak semudah itu. Hal yang tidak akan kau mengerti karena kau bukan aku. Memintamu mengerti tentang ini semua adalah tindakan jahat yang sama dengan meminta hidupku hanya untukku. Setidaknya kau mengerti resah ini, bukan untuk kau pahami.

Ada bayang yang sebenarnya aku lupakan sejenak, aku tutupi dengan kain hitam agar dia tidak menakutiku dan menggertakku dengan hingar bingarnya. Bayang dimana aku akan ada pada hari dimana tugas kita untuk menjalani kidung cinta ini sudah selesai. Berakhir atas nama takdir. Bukan karena ada yang menyakiti satu sama lain. Tugasku untuk ada di sampingmu memang sudah habis. Masaku untukmu cukup sampai di sini. Andai saja waktu berkata lain, ah sudahlah sama seperti candamu yang kelu untuk jadi candu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar