Sabtu, 29 Oktober 2011

Kenangan, Hati ini.

Masih adakah didunia ini seseorang yang tidak takut melihat masa depan? Ya saya temui sekarang malah orang-orang yang selalu terbelenggu kelabunya masa lalu. Kenangan. Apakah saya yang terlalu meremehkan kenangan? Kenangan yang selalu saya simpan rapat didalam bejana yang akan saya keluarkan jika saya akan memahami lagi tentang jenjang hidup ini. Susah sekali menyakinkan suatu barisan kalimat ini pada jaman sekarang. "Jadikan kenangan sebagai pelajaran, bukan sebagai harapan". Apakah saya tak pantas untuk dijadikan sebuah harapan? Dengan hiasan yang lebih berkilau dan megah dari yang lalu. Mengapa tak tinggalkan saja kisah usang itu. Sering sekali saya berteriak meneriakan bahwa harapannya sekarang adalah saya. Ingin sekali saya hujamkan jangkar ini. Sudah dua kali saya rasakan semua yang namanya harapan palsu. Mengapa kau hadirkan sejuta cerita dan waktu yang indah bila akhirnya saya juga yang harus merugi dengan menahan sesak yang menyumbat nafas ini.

Terlepas dari kenangan itu, hati ini rapuh. Hati ini butuh sandaran untuk dapat tetap berdiri tegak, setidaknya sampai esok untuk melihat sang mentari tiba diufuk terbitnya. Hati ini sudah rapuh, tua. Jika kau sakiti untuk yang kesekian kalinya, mau kau jadikan apa hati ini? Debu? Debu yang menghiasi harimu, yang memberikan kilau disetiap hari-harimu. Menjadikannya sebuah lambang kemenangan agung untukmu. Sekarang akhir dari semua yang akan saya tulis selanjutnya lagi-lagi saya serahkan pada penilai hati itu. Saya ini tuna utama. Saya tidak bisa jadi pemeran utama pada setiap cerita yang saya tuliskan. Saya hanya upik abu kehidupan. Bagian saya hanya kelabu. Tak hitam dan tak putih juga. Hanya bersemayam bila cerita tersebut adalah cerita indah. Tak diizinkan untuk saya mengambil bagian dari cerita tersebut. Biarkan saja waktu yang berperan dalam cerita ini, berharap bahwa wacana segala sesuatu itu indah pada waktunya bukan hanya dongeng pengantar tidur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar